Kebijakan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga di Yogyakarta yang melarang mahasiswi untuk menggunakan cadar menuai kritik dari kalangan kelompok muslim dan para aktivis hak-hak perempuan. Pelarangan penggunaan burka itu diberlakukan lantaran khawatir dengan penyebaran paham radikal di kampus.
Interpretasi agama yang cenderung konservatif makin berkembang di Indonesia, hingga banyak kalangan melihat tren ini sebagai ancaman terhadap reputasi sebagai negara yang mendukung keberagaman dan toleransi agama.
UIN Sunan Kalijaga di Yogyakarta mengatakan akan menawarkan konseling kepada 41 mahasiswi yang mengenakan burqa dan kemudian akan meminta para mahasiswi untuk menanggalkan cadarnya bila mereka ingin lulus, Reuters melaporkan, Rabu (7/3).
Baca: Wahid Foundation: 80,8% Perempuan Tak Mau Jadi Radikal
Front Pembela Islam dalam pernyataannya mengatakan kebijakan itu “tidak masuk akal” dan bertentangan dengan upaya negara untuk mempertahankan keberagaman.
Aktivis hak-hak perempuan mencela keputusan itu dan menggambarkan sebagai pembatasan atas kebebasan perempuan untuk mengenakan pakaian yang mereka inginkan.
“Menggunakan cadar menutupi seluruh wajah adalah pilihan dan kita tidak bisa ikut campur dengan pilihan dan kebebasan mereka,” kata aktivis perempuan, Lathiefah Widuri Retyaningtyas.
Rektor UIN Sunan Kalijaga, Yudian Wahyudi, mengatakan radikalisasi yang dicontohkan dengan pemakaian burka merusak proses belajar.
“Mahasiswi yang mengenakan burka dan kelompok-kelompok radikal, mereka mengganggu proses mengajar,” kata Wahyudi.
“Kami mengedepankan Islam yang moderat,” kata Wahyudi, seraya menambahkan bahwa kebijakan itu adalah “tindakan pencegahan untuk menyelamatkan para mahasiswa dan mahasiswi.”
Para mahasiswa diperbolehkan menggunakan hijab biasa yang tidak menutup wajah.
Baca: Kelompok Penyintas Tak Hadiri Pertemuan 'Mantan Teroris-Korban'
Sebuah survei baru-baru ini menunjukkan hampir seperlima siswa SMU dan mahasiswa universitas mendukung pendirian negara khilafah, dibanding pemerintahan sekuler.
Hasil survei membuat khawatir pihak berwenang, yang masih berusaha menahan pengaruh kelompok-kelompok baik militan maupun perdamaian.[ft]