Pupus sudah harapan Sumiati Marusin untuk memanen padi tahun ini. Sawah seluas satu hektare milik warga Desa Toinasa, Kecamatan Pamona Barat, Kabupaten Poso, itu tidak bisa ditanami karena terendam luapan air Danau Poso sejak Juli lalu.
Tahun-tahun sebelumnya, petani sudah bisa menanam padi pada Juli. Namun, tahun ini, air tak kunjung surut dari areal persawahan, padahal sudah memasuki November.
“Kalau tahun-tahun yang lalu, bulan begini kita sudah bisa bikin (menanam.red) sawah. Nanti bulan empat (April) kita sudah panen, baru naik lagi air,” kata perempuan berusia 58 tahun itu saat ditemui di areal persawahan di desanya, Minggu (15/11).
Sumiati adalah satu dari banyak keluarga petani yang tahun ini gagal menanam padi akibat meluapnya muka air Danau Poso. Luapan itu disebabkan oleh uji coba pintu air pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Poso milik PT Poso Energy yang dimulai April. Rencananya, uji coba berlangsung hingga Desember 2020.
Data terbaru Dinas Pertanian Kabupaten Poso yang diperoleh VOA pada Selasa (17/11) menyebutkan areal persawahan yang terendam sudah menyusut menjadi 260 hektare, dari sebelumnya 426 hektare. Jumlah desa dengan lahan sawah yang terendam juga berkurang dari 16 desa menjadi 14 desa di kecamatan Pamona Barat, Pamona Selatan, Pamona Puselemba dan Pamona Tenggara.
Menurut Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Poso, Suratno, berkurangnya lahan sawah yang terendam karena tidak ada hujan selama beberapa hari.
“Cuaca agak bagus. Kalau nanti hujan lagi bisa naik lagi itu (air),” ujar Suratno
BACA JUGA: Uji Coba Pintu Air PLTA, Ratusan Hektare Sawah di Sekitar Danau Poso TerendamMembeli Beras
Elfrin Sori, seorang petani asal Desa Meko, mengatakan tahun ini dia terpaksa membeli beras akibat sawahnya tidak bisa ditanami. Padahal, tahun-tahun sebelumnya, sawah seluas 0,3 hektare milik perempuan berusia 48 tahun itu mampu menghasilkan 20 karung beras.
Suaminya pun harus bekerja secara serabutan untuk mencari nafkah. Kondisi itu memperberat beban ekonomi Efrin dan suaminya yang masih membiayai pendidikan kedua anaknya.
“Ini memang membawa dampak apalagi pada saat Covid seperti ini, segala-galanya sulit. Kami sebagai ibu rumah tangga cukup merasakan kesulitan itu, untuk makan saja susah” kata Elfrin sambil menambahkan banyak keluarga petani lain juga mengalami hal yang sama.
Para tokoh desa mengatakan pemerintah daerah harus memberi solusi terhadap kesulitan ekonomi yang dihadapi oleh para petani akibat lahan persawahan yang terendam.
Your browser doesn’t support HTML5
“Kita tidak menyalahkan Poso Energy. Poso Energy berani melakukan itu tentu sudah melengkapi izin-izinnya dan yang mengeluarkan izin tentu pemerintah. Nah ketika berdampak kepada masyarakat di pinggiran Danau Poso, Pemerintah Daerah punya solusi apa?” kata BR Modjanggo, pemuka adat Desa Meko.
Modjanggo sendiri mengaku sudah berutang beras dari pedagang .
Menurut Modjanggo, pada September 2020 sempat digelar pertemuan untuk mencari solusi permasalahan itu. Namun, solusi kompensasi yang diusulkan dalam pertemuan itu tidak menyelesaikan persoalan karena yang diundang adalah warga yang tidak terdampak.
“Kemudian momen itu digunakan oleh orang yang tidak terdampak untuk minta bibit durian, minta alkon, minta bibit jagung, sedangkan yang terdampak hanya sekian persen yang hadir dan tidak bisa bersuara,” keluhnya.
I Gede Sukaartana, Kepala desa Meko mengatakan para petani menginginkan nilai ganti rugi yang sesuai dengan hasil panen masyarakat. Misalnya, bila sekali panen petani menghasilkan 5 ton beras per hektare, ganti ruginya dalam bentuk nilai yang sama.
Kalau pihak perusahaan tidak bisa memenuhi tuntutan ganti rugi petani, Sukaartana mengatakan, petani minta agar air yang mengalir dari Danau Poso tidak dibendung agar muka air danau turun.
BACA JUGA: Lahan Gembala Terendam Luapan Danau Poso, Peternak Minta Poso Energy Ganti Rugi“Jadi, ketika air danau turun petani pasti akan bisa mengolah (sawah) seperti biasa,” kata I Gede Sukaartana.
Pemerintah Kabupaten sendiri tampaknya tidak bisa berbuat banyak. Menurut Sekretaris Daerah Kabupaten Poso Yan Edward Guluda, kondisi yang terjadi adalah bagian dari pekerjaan proyek dan ditambah dengan kondisi cuaca yang memasuki musim hujan.
Yan mengatakan kepada VOA, Selasa (17/11), bahwa pemkab hanya memfasilitasi upaya mengurangi dampak dari kegiatan proyek terhadap masyarakat.
Menurutnya, ada beberapa usulan dari kelompok tani untuk mengurangi dampak luapan muka air yang sudah diajukan kepada PT Poso Energy. Usulan tersebut antara lain mengubah sawah menjadi kolam ikan dan menggunakan pompa air untuk mengeringkan air dari sawah,
Di desa lain petani sawah akan beralih mengolah kebun sehingga meminta dibantu bibit kakao dan durian. Untuk kawasan pengembalaan akan direlokasi ke tempat lain yang tidak jauh dari lokasi sebelumnya serta pembuatan tanggul untuk mencegah luapan air danau. [yl/ft]