Perusahaan farmasi raksasa AS, Johnson & Johnson, telah memulai tahap akhir uji coba suatu dosis tunggal vaksin Covid-19 pada manusia di AS.
Dr. Paul Stoffels, Direktur Riset Ilmiah Johnson & Johnson, Rabu (23/9), mengatakan kepada wartawan bahwa 60 ribu partisipan telah mulai menerima vaksin di 215 lokasi di berbagai penjuru AS, serta di Argentina, Brazil, Chili, Kolombia, Meksiko, Peru dan Afrika Selatan. Dr. Stoffels mengatakan Johnson & Johnson melangkah ke uji coba tahap akhir setelah melihat hasil positif dari uji coba gabungan Fase 1 dan Fase 2 di AS dan Belgia.
Vaksin Johnson & Johnson itu adalah vaksin virus corona potensial keempat yang menjalani uji coba Fase 3 yang berskala besar di AS, selain vaksin yang dikembangkan perusahaan farmasi Moderna, AstraZeneca, serta usaha bersama perusahaan farmasi Pfizer dan BioNTech yang berbasis di Jerman. Keseluruh empat vaksin itu dikembangkan di bawah program pemerintahan Presiden Donald Trump, Operation Warp Speed. Prakarsa vaksin virus corona tersebut bertujuan untuk menyediakan 300 juta dosis vaksin berizin pada Januari 2021.
BACA JUGA: Pimpinan FDA: Sains akan Jadi Landasan bagi Persetujuan Vaksin Covid-19Karena dapat diberikan dalam dosis tunggal, vaksin Johnson & Johnson memiliki keunggulan signifikan atas ketiga vaksin potensial lainnya, yang memerlukan dua dosis. Vaksin dosis tunggal ini tidak perlu dibekukan pada suhu sangat rendah, membuatnya lebih mudah diberikan dalam kampanye imunisasi massal.
Presiden Trump memuji pernyataan dari Johnson & Johnson itu dalam cuitan di Twitter hari Rabu (23/9). “Berita besar. Banyak perusahaan hebat menyaksikan hasil fantastis. FDA harus bertindak cepat!” FDA, Badan Pengawasan Obat dan Makanan AS, adalah lembaga yang memberi persetujuan akhir bagi setiap vaksin baru.
Presiden Trump berbicara kepada wartawan di Gedung Putih pada hari Rabu (23/9) bahwa ia mungkin menolak usulan FDA untuk menerapkan seperangkat pedoman baru yang ketat mengenai pemberian izin darurat vaksin baru Covid-19, dengan alasan tampaknya ini “seperti suatu langkah politik.”
Peraturan-peraturan baru itu, yang pertama kali dilaporkan pada hari Selasa (22/9) oleh harian the Washington Post, akan mewajibkan perusahaan farmasi untuk mengamati para partisipan dalam uji klinis tahap akhir selama sedikitnya dua bulan setelah mereka menerima dosis kedua sekaligus terakhir suatu vaksin eksperimental.
BACA JUGA: Inggris Berlakukan Pembatasan, Virus Corona ‘Balik ke Titik Berbahaya'Jika peraturan baru itu disetujui, otorisasi darurat baru dapat dikeluarkan setelah pemilihan presiden 3 November. Trump terus menerus memprediksi bahwa vaksin virus corona telah tersedia pada tanggal itu.
Ancaman Trump untuk menolak usulan pedoman baru dari FDA muncul beberapa jam setelah kepala lembaga itu menyatakan tekad bahwa “sains yang akan memandu keputusan” FDA untuk menetapkan apakah akan memberi otorisasi penuh atau darurat terhadap suatu vaksin virus corona.
Berbicara di hadapan Komite Kesehatan, Pendidikan, Ketenagakerjaan dan Pensiun di Senat, Dr. Stephen Hahn mengatakan keputusan itu akan dibuat oleh para ilmuwan karier FDA dengan mengikuti “pedoman ketat bagi keselamatan dan efektivitas” di lembaga tersebut.
FDA serta badan-badan regulator dan ilmiah federal lainnya menghadapi kredibilitas yang berkurang karena pemerintah terus menerus berupaya merevisi laporan dan pedoman mereka untuk mempertahankan pandangan Trump mengenai sifat pandemi ini.
BACA JUGA: Kematian Virus Corona AS Capai 200 Ribu, Tertinggi di DuniaAS memimpin di dunia dalam jumlah kasus Covid-19 yang melebihi 6,9 juta dan kematian yang mendekati 202 ribu. AS dan banyak negara lainnya mengalami lonjakan kasus baru virus corona, mendorong banyak di antaranya memberlakukan kembali peraturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ketat, yang pertama kali ditetapkan pada awal merebaknya pandemi.
PM Kanada Justin Trudeau, Rabu (23/9), menyatakan dalam pidato di televisi bahwa empat provinsi terbesar di negaranya telah memasuki gelombang kedua pandemi Covid-19. Kanada mencatat rata-rata 1.123 kasus baru setiap hari sepanjang pekan lalu, naik dari rata-rata 380 kasus baru per hari pada pertengahan Agustus.
Di Israel, PM Benjamin Netanyahu, Kamis (24/9), mengumumkan bahwa negaranya kembali memberlakukan PSBB penuh mulai Jumat (25/9) hingga dua pekan mendatang, karena tingkat penularan yang tak terkendali. Sekolah, tempat-tempat hiburan dan sebagian besar bisnis akan ditutup, sementara restoran akan dibatasi untuk layanan pengiriman makanan. Warga diwajibkan berada dalam radius 500-1.000 meter dari rumah mereka, kecuali untuk bekerja, berbelanja makanan dan obat, sedangkan pertemuan di luar ruangan akan dibatasi hanya untuk maksimal 20 orang. [uh/ab]