Ulama Irak Muqtada al-Sadr meminta para pendukungnya agar mengakhiri protes mereka dan meninggalkan Zona Hijau Baghdad pada hari Selasa (30/8), setelah bentrokan hampir dua hari dengan kelompok-kelompok Syiah yang saling bersaingan dan pasukan keamanan Irak menewaskan sedikitnya 22 orang.
Al-Sadr meminta maaf kepada rakyat Irak dalam pidato televisi, yang berlangsung sehari setelah ia mengumumkan akan mundur dari politik karena kebuntuan politik di negara tersebut.
Tidak lama setelah pernyataan al-Sadr itu, militer Irak menyatakan mencabut perintah jam malam yang diberlakukan hari Senin sebagai tanggapan atas kerusuhan di sana.
Bentrokan telah berlanjut semalam dan militer Selasa pagi mengatakan bahwa beberapa roket diluncurkan ke arah Zona Hijau, kawasan di ibu kota yang dijaga sangat ketat.
Al-Sadr meraih kursi terbanyak, tetapi bukan mayoritas, dalam pemilu Oktober lalu. Ia menarik semua anggota partainya dari parlemen pada Juni lalu setelah menolak membentuk pemerintah koalisi dengan lawan-lawan Syiahnya yang didukung Iran.
Al-Sadr bersikeras agar seluruh parlemen dibubarkan dan pemilu dini diselenggarakan.
Kebuntuan telah menyebabkan ketidakpastian dan volatilitas politik di Irak. Para pengikut al-Sadr telah melancarkan aksi duduk di parlemen berpekan-pekan untuk menekankan tuntutan ulama itu.
BACA JUGA: Bentrokan Maut Meletus di Baghdad setelah Ulama Berpengaruh Mundur dari PolitikAl-Sadr telah mundur dari politik pada masa lalu namun kemudian kembali lagi ke pemerintah. Para pengecam mengesampingkan langkah terbarunya sebagai upaya untuk mendapatkan lebih banyak pengaruh.
Ulama Syiah ini memiliki banyak pengikut, ia mendapatkan dukungan dengan menentang AS dan Iran.
Misi Bantuan PBB di Irak menyebut perkembangan hari Senin itu sebagai “eskalasi peristiwa yang sangat berbahaya” di negara tersebut. [uh/ab]