Uni Afrika Bertekad Atasi Ancaman Keamanan di Sahel

Presiden Perancis Emmanuel Macron menghadiri KTT Uni Afrika di Nouakchott, Mauritania, 2 Juli lalu (foto: dok).

Pertemuan para pemimpin Afrika di Mauritania pekan lalu bertekad untuk melipatgandakan upaya untuk membatasi dan mengalahkan kelompok-kelompok ekstremis di benua itu, terutama di wilayah Sahel.

Janji itu menyusul serangkaian serangan oleh kelompok-kelompok teroris jihad di dua negara Sahel, termasuk serangan yang menewaskan 10 tentara di Nigeria tenggara dan serangan terhadap markas besar Pasukan Anti-Jihad Sahel - G5 di Sevare dan dua serangan lainnya di Mali.

Tetapi beberapa ahli memperingatkan bahwa tidak banyak yang bisa dilakukan Uni Afrika untuk meningkatkan kemampuan pasukan G5 yang didirikan tahun lalu.

"Saya tidak punya gagasan tentang apa yang bisa dilakukan Uni Afrika untuk membantu," kata Michael Shurkin, seorang ilmuwan politik senior dari Rand Corporation.

"Tentara yang direkrut lemah dan kemampuan dasarnya kurang. Perlu waktu untuk menjadikannya koalisi yang efektif," tambahnya.

Hari Senin, sebuah cabang al-Qaida di Mali, Kelompok Pendukung Islam dan Muslim (Jama'atu Nusrat al-Islam Wa al-Muslimin), mengaku bertanggung jawab atas serangan baru-baru ini di Mali dan menyebutnya sebagai peringatan kepada presiden Prancis, Emmanuel Macron.

Macron sedang melawat ke Mauritania untuk membahas perang melawan teror di kawasan itu dengan para pemimpin negara-negara G5 di sela-sela KTT Uni Afrika yang diadakan di Nouakchott. [my/jm]