Uni Eropa, Selasa (16/1), memasukkan nama Yahya Sinwar, pemimpin Hamas di Gaza, ke dalam daftar hitam “teroris” dan memberlakukan sanksi terhadapnya atas serangan kelompok militan itu terhadap Israel Oktober lalu. Keputusan Uni Eropa itu menyebabkan aset Sinwar dibekukan di 27 negara anggota Uni Eropa dan melarang warga negara mereka untuk melakukan transaksi keuangan dengannya.
Sebelumnya, nama Sinwar juga masuk daftar “teroris internasional” paling dicari oleh Amerika Serikat pada 2015. Di dalam daftar itu juga terdapat nama komandan sayap militer Hamas, Mohammed Deif, dan komandan militer Brigade Ezzedine al-Qassam, yang dituduh sebagai otak di balik serangan 7 Oktober.
Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz, merespons positif langkah Uni Eropa itu dalam sebuah pernyataan. Keputusan tersebut merupakan hasil dari “upaya diplomatik kami untuk menekan sumber daya milik Hamas, mendelegitimasi mereka dan melarang segala dukungan terhadap mereka. Kami akan terus membasmi akar kejahatan, di Gaza dan di mana pun itu berada,” kata Katz.
BACA JUGA: PBB Serukan Lebih Banyak Titik Masuk bagi Bantuan ke GazaSinwar, 61, tidak terlihat sejak 7 Oktober. Setelah serangan-serangan tersebut, militer Israel menyatakan Sinwar sebagai “dead man walking”, alias sosok yang harus dibunuh.
Uni Eropa kesulitan untuk satu suara dalam menyikapi serangan Hamas dan serangan balasan Israel yang menghancurkan Jalur Gaza.
Taher Al-Nono, penasihat media untuk Ismail Haniyeh, pemimpin Hamas di Qatar, menuduh Uni Eropa bias dan menyerukan diakhirinya apa yang ia sebut sebagai “kebijakan standar ganda”. “Ini adalah sanksi yang konyol dan tidak masuk akal, karena semua orang tahu bahwa Yahya Al-Sinwar tidak memiliki aset atau uang, baik di Palestina maupun di luar Palestina,” ujarnya kepada kantor berita Reuters.
“Keputusan itu tidak ada artinya bagi Hamas. Tapi, gagasan untuk menjatuhkan sanksi kepada para pemimpin perlawanan dan Hamas yang notabene menentang pendudukan Israel, sebagaimana ditetapkan di dalam hukum internasional, menunjukkan keberpihakan Uni Eropa pada pendudukan,” tambahnya. [br/ka]