Dana Anak-Anak Sedunia (UNICEF) menyerukan agar usaha merekrut anak, yang dilakukan oleh kelompok-kelompok bersenjata di Republik Afrika Tengah segera diakhiri.
JENEWA —
Dana Anak-Anak Sedunia (UNICEF) mengatakan, akibat buruk yang melibatkan anak-anak dalam konflik bersenjata, tidak boleh disepelekan. UNICEF mendesak semua kelompok bersenjata di Republik Afrika Tengah agar berhenti melibatkan anak-anak dalam pertikaian bersenjata yang berkelanjutan, dan melindungi mereka dari akibatnya.
Juru bicara UNICEF, Marixie Mercado, mengatakan, sejumlah kelompok pemberontak dan berbagai milisi pro-pemerintah semakin aktif minggu-minggu terakhir ini di ibukota Bangui dan di seluruh negara itu. Ia mengatakan, UNICEF sangat prihatin dengan laporan-laporan yang diperoleh, bahwa anak-anak baru saja direkrut ke dalam barisan kelompok-kelompok itu.
Mercado juga menambahkan, UNICEF dan mitra-mitranya sedang memantau, memeriksa dan menanggapi masalah ini dan pelanggaran lainnya terhadap hak-hak anak. “Mereka yang berisiko lebih besar adalah anak-anak yang kehilangan rumah mereka, terpisah dari keluarganya atau yang sebelumnya telah berhubungan dengan kelompok-kelompok bersenjata. Bahkan sebelum konflik terjadi pada Desember 2012, sekitar 2.500 anak, baik laki-laki maupun perempuan dikaitkan dengan berbagai kelompok bersenjata di Republik Afrika Tengah. Sulit menghitung persisnya, tapi dalam laporan-laporan dari mitra kami menunjukkan, jumlah ini akan naik karena meningkatnya konflik akhir-akhir ini,” paparnya.
Konflik yang jarang namun berkelanjutan antara pemerintah Republik Afrika Tengah dan pemberontak, meletus lagi pada pertengahan Desember. Pembrontak menuduh Presiden François Bozize gagal menangani persetujuan perdamaian yang ditandatangani sejak tahun 2007.
Pasukan pemberontak telah merebut banyak kota besar di wilayah tengah dan timur negara itu, dan berada kurang dari 200 kilometer dari ibukota Bangui. Pemerintah menunjukkan kesediaannya untuk berunding, tetapi Presiden Bozize mengatakan, dirinya akan tetap menjabat hingga masa jabatannya berakhir tahun 2016.
PBB mengutuk pertikaian itu dan mengungkapkan keprihatinan mengenai keselamatan sekitar 360.000 warga sipil yang tinggal di daerah-daerah pertikaian itu. PBB juga menyerukan agar melindungi 700.000 warga di Bangui yang katanya, berisiko karena kerusuhan yang meningkat.
Marixie Mercado mengatakan, UNICEF dewasa ini bekerjasama dengan Badan Badan PBB lain guna memantau pelanggaran yang gawat terhadap anak-anak di Republik Afrika Tengah.
Juru bicara UNICEF, Marixie Mercado, mengatakan, sejumlah kelompok pemberontak dan berbagai milisi pro-pemerintah semakin aktif minggu-minggu terakhir ini di ibukota Bangui dan di seluruh negara itu. Ia mengatakan, UNICEF sangat prihatin dengan laporan-laporan yang diperoleh, bahwa anak-anak baru saja direkrut ke dalam barisan kelompok-kelompok itu.
Mercado juga menambahkan, UNICEF dan mitra-mitranya sedang memantau, memeriksa dan menanggapi masalah ini dan pelanggaran lainnya terhadap hak-hak anak. “Mereka yang berisiko lebih besar adalah anak-anak yang kehilangan rumah mereka, terpisah dari keluarganya atau yang sebelumnya telah berhubungan dengan kelompok-kelompok bersenjata. Bahkan sebelum konflik terjadi pada Desember 2012, sekitar 2.500 anak, baik laki-laki maupun perempuan dikaitkan dengan berbagai kelompok bersenjata di Republik Afrika Tengah. Sulit menghitung persisnya, tapi dalam laporan-laporan dari mitra kami menunjukkan, jumlah ini akan naik karena meningkatnya konflik akhir-akhir ini,” paparnya.
Konflik yang jarang namun berkelanjutan antara pemerintah Republik Afrika Tengah dan pemberontak, meletus lagi pada pertengahan Desember. Pembrontak menuduh Presiden François Bozize gagal menangani persetujuan perdamaian yang ditandatangani sejak tahun 2007.
Pasukan pemberontak telah merebut banyak kota besar di wilayah tengah dan timur negara itu, dan berada kurang dari 200 kilometer dari ibukota Bangui. Pemerintah menunjukkan kesediaannya untuk berunding, tetapi Presiden Bozize mengatakan, dirinya akan tetap menjabat hingga masa jabatannya berakhir tahun 2016.
PBB mengutuk pertikaian itu dan mengungkapkan keprihatinan mengenai keselamatan sekitar 360.000 warga sipil yang tinggal di daerah-daerah pertikaian itu. PBB juga menyerukan agar melindungi 700.000 warga di Bangui yang katanya, berisiko karena kerusuhan yang meningkat.
Marixie Mercado mengatakan, UNICEF dewasa ini bekerjasama dengan Badan Badan PBB lain guna memantau pelanggaran yang gawat terhadap anak-anak di Republik Afrika Tengah.