Volker Perthes, Kepala Misi dari Unit Bantuan Transisi Terpadu PBB di Sudan (UNITAMS), mengatakan bahwa proses transisi yang berlangsung di negara konflik tersebut mengalami kemajuan sekaligus kemunduran. Hal ini disampaikannya ketika memberi penjelasan kepada Dewan Keamanan PBB pada hari Selasa (14/9).
Perthes mengatakan terdapat beberapa hal yang masih menjadi tantangan bagi rakyat Sudan. Kekerasan yang terjadi di wilayah Darfur, tidak adanya proses proses hukum yang adil dan dapat dipertanggungjawabkan, serta situasi ekonomi yang pelik telah menyulitkan rakyat Sudan.
“Organisasi kemanusiaan di Sudah telah mengadvokasi pendanaan yang tepat waktu dan fleksibel karena kebutuhan akan hal tersebut terus meningkat. Kebutuhan akan bantuan kemanusiaan sebagian besar didorong oleh krisis ekonomi dan meningkatnya konflik antar-komunitas," kata Perthes.
BACA JUGA: Dewan HAM PBB akan Kritisi Negara-Negara Pelanggar HAMIa melanjutkan bahwa konflik dan serangan bersenjata di berbagai daerah di Sudan, diantaranya adalah di wilayah Darfur, Kordofan dan Blue Nile, telah menyebabkan sebanyak 418.000 warga Sudan menjadi terasingkan pada periode Januari hingga Agustus tahun ini.
"Jumlah tersebut menunjukkan kenaikan sebanyak enam kali lipat dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu," ujarnya.
Ia menambahkan bahwa pemerintahan transisi telah mengambil langkah-langkah untuk mengatasi tantangan yang dihadapi oleh Sudan dan sekaligus berusaha untuk mendapatkan kembali kepercayaan publik atas transisi politik yang terjadi.
BACA JUGA: Sudan Panggil Duta Besar Ethiopia Soal 29 Mayat di SungaiPerthes menegaskan bahwa “Pasukan Bagi Kebebasan dan Perubahan”, yang merupakan koalisi berkuasa dalam pemerintahan transisi ini, telah menyepakati struktur pemerintahan transisi yang telah direformasi dan lebih inklusif.
Pejabat senior PBB itu juga menyambut baik perkembangan ini dan berharap hal ini akan mengarah pada pembentukan dewan legislatif transisi yang lebih cepat, di mana sedikitnya 40 persen anggotanya adalah perempuan. (em/mg)