Unjuk Rasa Pecah di Bangladesh Usai Kematian Tokoh Oposisi Islam

Para pendukung pemimpin kelompok oposisi Islam, Delwar Hossain Sayeedi, berkumpul di depan sebuah rumah sakit dan meneriakkan slogan-slogan menyusul wafatnya Delwar akibat serangan jantung di Dhaka, Bangladesh, Senin, 14 Agustus 2023. (Foto: Munir uz zaman/ AFP)

Ribuan pengunjuk rasa yang marah turun ke jalan sambil meneriakkan slogan-slogan anti-pemerintah pada Senin (14/8) di Bangladesh, beberapa jam setelah tokoh pemimpin oposisi Islam kuat, Delwar Hossain Sayedee yang dipenjara, meninggal akibat serangan jantung pada usia 83 tahun, kata pihak berwenang.

Sayedee, wakil presiden partai oposisi Jamaat-e-Islami, meninggal di rumah sakit penjara pada Senin malam, lebih dari satu dekade setelah dia divonis bersalah oleh sebuah pengadilan kejahatan perang. Putusan pengadilan yang kontroversial itu memicu kekerasan politik paling mematikan dalam sejarah Bangladesh.

Ribuan pelayat dan pendukung Sayedee berunjuk rasa di luar rumah sakit setelah kematiannya sambil meneriakkan “Allahu Akbar,” atau “Allah Maha Besar.” Polisi dalam jumlah besar dikerahkan untuk mengamankan situasi.

“Kami tidak akan menyia-nyiakan darah Sayedee,” teriak mereka. Banyak di antara mereka yang menyalahkan pemerintahan Perdana Menteri Sheikh Hasina, yang sedang mempersiapkan diri menghadapi pemilu Januari mendatang.

Pejabat rumah sakit mengatakan, Sayedee dilarikan ke sana setelah mengalami serangan jantung pada Minggu (13/8) di Penjara Kashimpur, di luar Ibu Kota Bangladesh, Dhaka.

“Ia kembali mengalami serangan jantung hari ini (Senin) pada pukul 6.45 sore (waktu setempat) dan meninggal pukul 08.40 malam,” kata direktur rumah sakit, Brigadir Jenderal Rezaur Rahman, kepada AFP. Ia menambahkan, ia telah memasang lima ring (stent) ke dalam arterinya.

BACA JUGA: Pengadilan Bangladesh Ubah Hukuman Mati Tokoh Islamis

Partai Jamaat-e-Islami mengumumkan kematian Sayedee di laman Facebooknya dan menuduh pihak berwenang “secara perlahan mengubahnya menjadi martir tanpa menjalani perawatan di penjara.”

Sayedee divonis mati pada 2013 oleh pengadilan kejahatan perang atas delapan dakwaan pembunuhan, pemerkosaan dan penganiayaan umat Hindu. Vonis itu memicu demonstrasi mematikan oleh ribuan pendukungnya di seluruh Bangladesh, menewaskan lebih dari 100 orang.

Partai itu mengatakan, puluhan ribu pendukungnya ditangkap dalam aksi penindasan berikutnya, dan mengaku bahwa baru tahun ini mereka dapat melakukan aksi unjuk rasa terbuka lagi.

Pada 2014, Mahkamah Agung Bangladesh menyatakan bahwa Sayedee harus menghabiskan “sisa hidupnya” di penjara atas kejahatannya selama perang pembebasan 1971 dengan Pakistan.

Sayedee menjadi terkenal pada 1980-an setelah ia mulai berkhotbah di beberapa masjid utama negara mayoritas Muslim itu.

Pada masa jayanya, ia mampu menarik ratusan ribu jemaah untuk menghadiri khotbahnya dan CD berisi khotbahnya pun laris manis.

Bahkan orang-orang yang bukan pendukung partainya pun menghadiri kajian Al-Qur’annya.

Partai Jamaat-e-Islami dilarang hampir sepanjang 1970-an karena dukungannya terhadap Pakistan selama perang. Akan tetapi, pada 1990-an, partai itu menjadi partai terbesar ketiga dan menjadi organisasi Islam terbesar.

Pengamat politik menilai khotbah Sayedee mengubah partainya menjadi sebuah kekuatan besar. [rd/ft]