Untuk Perangi ISIS, Barat Harus Punya Pemahaman Lebih Dalam

Para pejuang kelompok militan ISIS mengibarkan bendera saat melakukan parade militer di jalan di Suriah utara, 30 Juni 2014.

Sementara AS dan para sekutu terus bertarung melawan militan ISIS, analis mengatakan Barat bergulat untuk memahami ideologi dan motivasi ISIS.

Memahami adalah kunci, kata mereka, untuk memenangkan hati dan pikiran calon ISIS yang direkrut di Barat dan memikirkan bagaimana cara memerangi ISIS di lapangan.

Strategi militer pemerintahan Obama merupakan gabungan serangan udara dan pelatihan pejuang lokal, untuk mengalahkan ISIS di Irak dan Suriah.

AS juga melakukan kampanye “soft power,” sebuah upaya untuk menangkal calon anggota ISIS dan pendukung kelompok militan tersebut. Proyek-proyek tersebut ditujukan pada kaum muda dari seluruh penjuru dunia.

Tapi beberapa ahli mengatakan bahwa Barat bergulat untuk memahami apa yang menggerakkan ISIS dan para pengikutnya.

AS "tidak memahami gerakan tersebut...kami bahkan tidak memahami idenya," ujar Mayor Jenderal Michael Nagata, Komandan AS Operasi Khusus di Timur Tengah, menurut laporan rapat konferensi rahasia yang dipublikasi oleh New York Times.

Rekor AS mengatasi kelompok-kelompok Islam radikal seperti ISIS tidak menjanjikan, kata penulis Tawfik Hamid, pendukung Islam moderat dan seorang murid di di Potomac Institute for Policy Studies.

"Saya pikir tidak seorangpun di Barat yang tahu bagaimana pendekatan terhadap pola pikir ini, pola pikir kompleks yang butuh sebuah jalan khusus," ujarnya.

“Motif utamanya adalah teologis," ujarnya. “Yaitu untuk menundukkan dan menaklukkan dunia untuk kepentingan Islam.”

Negara-negara Barat melakukan pendekatan dengan kampanye counternarrative dari pola pikir mereka, kata Hamid.

"Mereka mencoba untuk mengatasinya dengan pemahaman mereka, yang kadang-kadang memperburuk keadaan dan bukannya memperbaikinya," ujarnya.

Tapi “ini adalah masalah baru yang tidak sesuai dengan cara berpikir tradisional dunia Barat," ujarnya.

Satu cara untuk memahami ISIS adalah dengan melihat hubungannya dengan al-Qaida, kata Robert McFadden, seorang analis intelijen veteran dan saat ini merupakan wakil presiden Soufan Group, sebuah kelompok keamanan dan riset yang berbasis di New York.

“Ekstremisme Ini adalah lingkaran setan. Saya bicara dengan banyak anggota al-Qaida, semua yang mereka katakan seperti datang dari skrip yang sama bagaimana Islam sejati, yang mereka praktekkan, lebih kecil dari pisau cukur," ujarnya. “Sepertinya mereka berkompetisi untuk menjadi lebih Islam daripada yang lainnya. Mereka terus-terusan menuduh orang lain tidak mengikuti hukum-hukum Tuhan dan menjadi tidak islam."

Analis mengatakan militan ISIS membenarkan kampanye brutal mereka berdasarkan pemahaman dan prediksi dari abad ke-7.

Propaganda ISIS termasuk video militan menyebarkan hukuman penuh kekerasan, termasuk pemenggalam massal pemeluk Kristen, pembakaran pilot Yordania hidup-hidup, dan memperbudak perempuan dan kelompok yang ditangkap.

Kekerasan kelompok ini, sebagian, ditujukan untuk menggiring Barat ke pertarungan akbar, kata Peter Bergen, analis keamanan nasional untuk CNN dan penulis "Manhunt: The Ten-Year Search for bin Laden."

“Mereka memiliki pandangan apokaliptik bahwa mereka adalah bagian dari akhir jaman," ujarnya. “Ada pertempuran kosmik antara kebaikan dan kejahatan, dan mereka ada di sisi kebaikan."

Dan oleh karena itu, para analis mengatakan, pemimpin ISIS sepertinya ingin menarik Barat ke pertempuran yang lebih luas.

"ISIS memancing AS dan negara-negara non-Muslim untuk datang dengan membawa kekerasan ke Irak dan Suriah," kata analis McFadden.

Tapi McFadden mengatakan strategi tersebut mungkin bisa menjadi bumerang.

“Mereka harus berhati-hati dengan strategi tersebut karena mungkin mereka mendapatkan reaksi dalam bentuk yang berbeda-beda," ujarnya.

Para pengamat tetap mengatakan Barat membutuhkan bantuan dari kawasan tersebut.

"Saya pikir AS bisa memainkan peran, tapi pada akhirnya suara-suara yang paling dipercaya akan datang dari dunia Islam," kata Philip “P.J.” Crowley, mantan asisten menteri luar negeri AS untuk bagian hubungan massa.

“Dimulai dengan tokoh-tokoh dengan otoritas besar di Timur Tengah," ujarnya, menggarisbawahi bahwa sudah ada pernyataan keras dari Presiden Mesir dan ulama besar Arab Saudi.

Dan, Bergen menggarisbawahi, AS menghadapi dilema dalam pertempurannya melawan ISIS.

“Saya pikir kita mempunyai masalah ‘kiss of death,’ kita adalah pemerintah AS," ujarnya. "Kita bisa menyebut ISIS sebagai kelompok orang-orang pembunuh, yang pada kenyataannya benar, tapi kita tidak bisa terlibat dalam debat teologis dengan mereka. Ini adalah tanggungjawab dunia Islam, bukan kami."

Wartawan VOA Mohamed Elshinnawi ikut memberikan kontribusi pada laporan ini.