Utusan Khusus PBB untuk Libya, Ghassan Salame hari Senin (30/12) mengatakan perjanjian militer dan maritim yang ditandatangani Turki dan pemerintah Libya mencerminkan “eskalasi” konflik di negara di Afrika Utara itu.
Pernyataan Salame itu disampaikan ketika Mesir menyerukan pertemuan penting Liga Arab yang berkantor di Kairo hari Selasa (31/12) untuk membahas “perkembangan di Libya dan kemungkinan peningkatan konflik” di sana.
Libya telah terperosok dalam konflik sejak pemberontakan yang didukung NATO menggulingkan dan membunuh Moamer Khadafi tahun 2011, dan terbentuknya pemerintahan yang saling memperebutkan kekuasaan di bagian timur dan barat.
Tokoh kuat dalam militer Libya, Khalifa Haftar, yang berbasis di bagian timur negara itu, April lalu melancarkan serangan untuk menguasai ibukota Tripoli dari Pemerintah Kesepakatan Nasional GNA yang diakui PBB.
Sementara November lalu Turki menandatangani perjanjian kerjasama militer dan kemananan dengan GNA dan juga mengikat perjanjian yurisdiksi maritim dengan pemerintah Libya.
Turki juga bersiap melangsungkan pemungutan suara di parlemen tentang penempatan pasukan guna mendukung GNA bertempur melawan Haftar, yang didukung Mesir, Uni Emirat Arab dan Rusia. (em/ii)