UNICEF dan WHO memperingatkan meningkatnya wabah kolera di seluruh wilayah Sahel, Afrika Barat yang telah menewaskan lebih dari 60 orang.
Organisasi Dana Anak-anak PBB (UNICEF) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa kolera sepanjang tahun ini telah menewaskan lebih dari 60 orang dan membuat sekitar 2.800 orang lain jatuh sakit, dengan khususnya risiko pada anak-anak.
UNICEF mengatakan meningkatnya penyakit kolera di Sahel, daerah di pinggiran selatan Gurun Sahara dari Mauritania ke Chad, membuat anak-anak yang sudah lemah karena kekurangan gizi menjadi berisiko akut. UNICEF melaporkan bahwa sejak pertengahan Juni, jumlah orang yang terkena penyakit mematikan yang ditularkan melalui air ini telah melonjak, terutama di bagian Niger yang berbatasan dengan Sungai Niger.
Departemen Kesehatan Niger melaporkan bahwa hampir tiga kali lebih banyak pasien kolera selama paruh pertama tahun 2012 dibandingkan periode yang sama tahun lalu. UNICEF mencatat sekitar 400.000 anak-anak penderita kurang gizi di Niger diperkirakan perlu pengobatan untuk menyelamatkan jiwa mereka tahun ini.
Kolera merupakan penyakit endemik di Sahel. Tahun lalu, penyakit ini terutama berpusat di Chad, Kamerun, dan Nigeria. Tapi tahun ini, juru bicara UNICEF, Marixie Mercado mengatakan epidemi tampaknya terpusat lebih banyak ke barat.
WHO mengatakan orang dewasa juga semakin sering terkena kolera. Tiga pekan lalu, beberapa badan PBB dan Departemen Kesehatan Masyarakat Niger bersama-sama menilai situasi di daerah bencana di sekitar Sungai Niger.
Sejak awal bulan ini, WHO telah melaporkan 45 kasus, termasuk dua kematian di daerah sekitar wilayah Gao, Mali. Wabah terakhir di Mali adalah tahun 2011. Badan-badan pemberi bantuan memperkirakan peningkatan tajam jumlah penderita di Mali dan di negara-negara lainnya di Sahel dengan mulainya musim hujan, yang berlangsung dari bulan Juni sampai Oktober.
Juru bicara WHO, Tariq Jasarevic, mengatakan minum air dari Sungai Niger adalah penyebab wabah kolera tersebut. Dia memberitahu VOA, orang-orang di Mali tidak lagi memiliki peralatan untuk mengolah air sebelum diminum.
"Kolera adalah endemik di wilayah ini dan orang-orang mengetahui hal itu. Kolera secara tradisional bisa dikendalikan di wilayah Sahel karena terdapat sumber daya yang cukup untuk melakukan kegiatan pencegahan dan pengobatan. Kalau kita tidak bisa mendapatkannya, kita bekerja sama misalnya dengan asosiasi medis nasional. Kami melatih para tenaga kesehatan dan kemudian kami mengirim mereka ke wilayah yang tidak mendapatkan pelayanan kesehatan. Tim pertama dari 30 pekerja kesehatan selama tiga minggu di wilayah utara mengobati sekitar 3.500 pasien, termasuk melakukan 100 operasi,"kata Jasarevic.
Dalam upaya pencegahan penyebaran wabah, WHO dan mitra-mitranya telah meningkatkan pengawasan serta dukungan teknis, termasuk pengobatan dan tes-tes diagnostik.
UNICEF mencatat langkah-langkah sederhana yang dapat mencegah penyebaran penyakit mematikan yang menular ini. Kampanye mencuci tangan, pengolahan air minum dan program peningkatan kesadaran, sangat efektif dan harus dilakukan sepanjang tahun.
UNICEF mengatakan meningkatnya penyakit kolera di Sahel, daerah di pinggiran selatan Gurun Sahara dari Mauritania ke Chad, membuat anak-anak yang sudah lemah karena kekurangan gizi menjadi berisiko akut. UNICEF melaporkan bahwa sejak pertengahan Juni, jumlah orang yang terkena penyakit mematikan yang ditularkan melalui air ini telah melonjak, terutama di bagian Niger yang berbatasan dengan Sungai Niger.
Departemen Kesehatan Niger melaporkan bahwa hampir tiga kali lebih banyak pasien kolera selama paruh pertama tahun 2012 dibandingkan periode yang sama tahun lalu. UNICEF mencatat sekitar 400.000 anak-anak penderita kurang gizi di Niger diperkirakan perlu pengobatan untuk menyelamatkan jiwa mereka tahun ini.
Kolera merupakan penyakit endemik di Sahel. Tahun lalu, penyakit ini terutama berpusat di Chad, Kamerun, dan Nigeria. Tapi tahun ini, juru bicara UNICEF, Marixie Mercado mengatakan epidemi tampaknya terpusat lebih banyak ke barat.
WHO mengatakan orang dewasa juga semakin sering terkena kolera. Tiga pekan lalu, beberapa badan PBB dan Departemen Kesehatan Masyarakat Niger bersama-sama menilai situasi di daerah bencana di sekitar Sungai Niger.
Sejak awal bulan ini, WHO telah melaporkan 45 kasus, termasuk dua kematian di daerah sekitar wilayah Gao, Mali. Wabah terakhir di Mali adalah tahun 2011. Badan-badan pemberi bantuan memperkirakan peningkatan tajam jumlah penderita di Mali dan di negara-negara lainnya di Sahel dengan mulainya musim hujan, yang berlangsung dari bulan Juni sampai Oktober.
Juru bicara WHO, Tariq Jasarevic, mengatakan minum air dari Sungai Niger adalah penyebab wabah kolera tersebut. Dia memberitahu VOA, orang-orang di Mali tidak lagi memiliki peralatan untuk mengolah air sebelum diminum.
"Kolera adalah endemik di wilayah ini dan orang-orang mengetahui hal itu. Kolera secara tradisional bisa dikendalikan di wilayah Sahel karena terdapat sumber daya yang cukup untuk melakukan kegiatan pencegahan dan pengobatan. Kalau kita tidak bisa mendapatkannya, kita bekerja sama misalnya dengan asosiasi medis nasional. Kami melatih para tenaga kesehatan dan kemudian kami mengirim mereka ke wilayah yang tidak mendapatkan pelayanan kesehatan. Tim pertama dari 30 pekerja kesehatan selama tiga minggu di wilayah utara mengobati sekitar 3.500 pasien, termasuk melakukan 100 operasi,"kata Jasarevic.
Dalam upaya pencegahan penyebaran wabah, WHO dan mitra-mitranya telah meningkatkan pengawasan serta dukungan teknis, termasuk pengobatan dan tes-tes diagnostik.
UNICEF mencatat langkah-langkah sederhana yang dapat mencegah penyebaran penyakit mematikan yang menular ini. Kampanye mencuci tangan, pengolahan air minum dan program peningkatan kesadaran, sangat efektif dan harus dilakukan sepanjang tahun.