WALHI Sulteng Duga Banjir di Sigi Akibat Kerusakan Hutan

  • Yoanes Litha

Foto udara yang diambil pada 1 Mei 2019 memperlihatkan sebagian dari Luasan wilayah desa Bangga pasca peristiwa banjir bandang pada tanggal 29 April 2019. (Foto: VOA/Yoanes Litha)

Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) menduga kuat banjir bandang yang menghantam lima desa di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, terjadi akibat kerusakan hutan di bagian hulu sungai. Batang-batang kayu yang ikut hanyut dalam jumlah banyak mengindikasikan kayu-kayu sempat ditimbun sebelum terseret arus banjir.

Sementara itu, data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sigi menyebutkan 90 persen rumah penduduk yang tertimbun lumpur bercampur pasir sudah tidak lagi dapat digunakan. Ini membuka pilihan untuk relokasi pemukiman penduduk yang terdampak banjir bandang.

Dengan didampingi suami serta kedua anaknya, Ahliyan (35) Rabu siang (1/5) membuka sebuah karung plastik yang berisi pakaian-pakaian bekas layak pakai. Ia mendapatkannya dari salah satu posko bantuan yang didirikan pasca banjir bandang di desa Bangga, Kecamatan Dolo Selatan, Kabupaten Sigi, pada 28 April silam. Ia berharap dapat menemukan beberapa lembar pakaian yang dapat digunakan oleh kedua anak balitanya. Aliyan menceritakan pada saat banjir bandang, ia dan suaminya tidak sempat membawa banyak pakaian karena panik, apalagi ada anak-anak yang harus dibawa ke tempat yang aman.

Your browser doesn’t support HTML5

WALHI Sulteng Duga Banjir di Sigi Akibat Kerusakan Hutan

“Iya, susu, popok, pakaian-pakaian balita yang kebanyakan. Kebutuhan anak-anak yang kurang ini, susu, popok, begitu,” keluh Ahliyan saat ditemui di tenda darurat tempatnya mengungsi di Dusun 1 Desa Bangga.

Rini (37), seorang ibu rumah tangga lainnya mengatakan masih sangat membutuhkan bantuan makanan dan air minum, sedangkan bantuan pakaian bekas menurutnya sudah cukup. Rini kini tinggal di tenda bersama suami dan kedua anaknya yang berumur 5 dan 12 tahun.

“Air atau makanan, itu saja, kalau pakaian lumayan sudah ada bantuan. Dengan ini, peralatan dapur. Itu saja. Pembalut apakah, sabun,” ungkap Rini.

Foto Udara memperlihatkan wilayah aliran sungai yang sudah kembali surut, setelah sempat meluap menyebabkan banjir bandang. Sementara itu rumah-rumah disekitar aliran sungai tertimbun pasir bercampur material tanah dari lumpur yang sudah mengering, 1 Mei

Bantuan-bantuan dalam jumlah besar untuk para penyintas banjir bandang di wilayah itu berasal dari berbagai elemen masyarakat di Sigi, Palu dan Parigi. Subarkah dari LSM Relawan Untuk Orang dan Alam (ROA) Sulawesi Tengah mengatakan hari itu ia datang untuk meninjau kebutuhan warga terdampak, khususnya pada bayi, balita, anak-anak dan perempuan.

“Yang juga perlu dilakukan dan di-asses lebih jauh adalah kebutuhan untuk anak-anak, perempuan apalagi. Itu juga perlu dispesifikkan karena tidak semua kebutuhan itu sama, misalnya kebutuhan anak-anak, perempuan itu juga biasa agak luput dari pengamatan kita,” Jelas Subarkah

Menurut Subarkah, selain distribusi logistik, juga penting bantuan untuk membersihkan rumah warga yang masih dapat digunakan kembali.

Para relawan kemanusiaan menyeberangi sungai yang mulai surut untuk mengantarkan logistik bantuan bahan makanan bagi warga terdampak banjir bandang di dusun 3, Desa Bangga, Dolo Selatan, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, 1 Mei 2019. (Foto: VOA/Yoanes)

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sigi menyebutkan tidak menutup kemungkinan akan merekomendasikan relokasi warga terdampak banjir bandang di desa Bangga, Kecamatan Dolo Selatan. Berbicara kepada VOA, Rabu (1/5) Kepala BPBD Kabupaten Sigi Asrul Repadjori mengungkapkan dari 500 unit rumah warga yang terdampak, 90 persen di antaranya tidak memungkinkan untuk ditinggali karena sudah tertimbun lumpur, pasir serta batang-batang kayu yang terbawa arus banjir.

“Kalau untuk kecamatan Dolo Selatan, khususnya di desa Bangga, itu hampir 90 persen tidak bisa lagi digunakan. Jadi rencana nanti kita akan bicarakan dengan pemerintah desa, kecamatan bahkan pemerintah daerah berkaitan dengan relokasi,” papar Asrul Repadjori saat dihubungi melalui telepon dari Palu.

Kegiatan ibu-ibu mencari baju bekas di tenda pengungsian. (Foto: VOA/Yoanes)

Lebih jauh mengenai rencana relokasi itu, menurutnya akan dibicarakan tentang penentuan lokasi baru, serta sumber anggaran untuk pembangunan hunian baru bagi warga terdampak banjir bandang.

Data BPBD Sigi menyebutkan dari lima desa terdampak banjir bandang di Dolo Selatan, yang paling parah terdampak banjir adalah desa Bangga, dengan lebih dari 500 unit rumah terendam lumpur, sementara 551 keluarga atau 2.259 orang mengungsi ke lokasi yang aman.

“Kalau desa-desa lain seperti desa Omu ini kurang lebih dua rumah yang hanyut dan lima yang rusak berat, dan untuk desa Tuva kurang lebih 20-an bahkan dua rumah yang hanyut. Termasuk satu orang, alhamdulillah tadi sudah didapat mayatnya, pak Haji Bado kurang lebih 90 tahun, disekitar pondoknya,” kata Asrul Repadjori

Dari pemantauan VOA di desa Bangga pada Rabu pagi, material pasir dan tanah yang terbawa banjir menimbun bangunan rumah-rumah penduduk sehingga menyisakan bagian atap. Batang-batang kayu besar juga terlihat berserakan di lokasi tersebut.

Para Relawan Kemanusiaan menyeberangi Sungai yang mulai surut untuk mengantarkan logistik bantuan bahan makanan bagi warga terdampak banjir bandang di dusun 3, Desa Bangga, Dolo Selatan, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, 1 Mei 2019. (Foto: VOA/Yoanes Litha

Stevandi, Divisi Kampanye Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sulawesi Tengah mengatakan berdasarkan investigasi awal, pihaknya menduga kuat banjir bandang itu diakibatkan oleh kerusakan hutan akibat aktivitas penebangan liar di hulu sungai. Batang-batang kayu dalam ukuran besar yang terbawa banjir ditemukan memiliki bekas potongan mesin..

“Cukup banyak, bahkan gelondongan-gelondongan yang cukup besar dan ini gelondongan ada yang sudah bukan baru, tapi gelondongan yang sudah cukup lama, terlihat dari struktur kayu yang turun itu.iini bukan kayu-kayu baru. Nah dugaan kita, karena juga hasil investigasi di bawah, kayu-kayu ini ditimbun kemudian saat hujan datang, diseret sama banjir,” ujar Stevandi

Ia berharap masyarakat di sekitar aliran sungai untuk tetap waspada mengantisipasi curah hujan yang masih tinggi di Sulawesi Tengah, yang menimbulkan kondisi rawan banjir. WALHI mencatat sejak Oktober 2018, setidaknya di wilayah itu sudah terjadi enam kali banjir bandang, yang terbesar terjadi pada 28 April lalu. [yl/uh]