Wakil Presiden Boediono mengatakan pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) kepada Bank Century adalah untuk penyelamatan keuangan negara.
JAKARTA —
Nama Wakil Presiden Boediono disebut dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dalam sidang perdana Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kamis (6/3), terkait kasus dugaan korupsi pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) Bank Century dengan terdakwa Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia, Budi Mulya.
Dalam surat dakwaan Budi Mulya, Boediono yang saat itu selaku Gubernur BI, disebut bersama-sama dengan Budi memperkaya diri sendiri atau orang lain dalam melakukan beberapa perbuatan melawan hukum, serta memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara.
“Bahwa terdakwa Budi Mulya selaku deputi gubernur Bank Indonesia bidang pengelolaan moneter dan devisa, bersama dengan Boediono selaku Gubernur Bank Indonesia, Miranda S Gultom selaku Deputi Senior BI, Siti Chalimah Fadjrijah selaku Deputi Bidang Pengawasan Bank Umum dan Syariah, Budi Rochadi (saat ini sudah meninggal dunia) selaku Deputi Gubernur Bidang Sistem Pembayaran, BPR, Perkreditan Pengedaran Uang bersama dengan Robert Tantular dan Hermanus Hasan Muslim dalam pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek kepada PT Bank Century,” ujar Jaksa A. Roni saat membacakan dakwaannya.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Presiden Boediono melalui juru bicaranya Yopie Hidayat, mengatakan tercantumnya nama Boediono bukan merupakan hal yang istimewa mengingat jabatannya saat itu sebagai Gubernur Bank Indonesia.
Kebijakan pemberian FPJP kepada Bank Century adalah untuk penyelamatan keuangan negara, ujar Yopie.
“Dakwaan itu kan buat Pak Budi Mulya. Bahwa nama Pak Boed disebut dalam dakwaan itu adalah sesuatu yang wajar dan tidak ada yang istimewa karena dalam kapasitas sebagai Gubernur Bank Indonesia. Yang kemudian sebagai salah satu pembuat kebijakan. Dalam membuat kebijakan itu dilakukan Pak Boed dengan niat baik, tidak dengan melawan hukum dan bukan atas kepentingan pribadi. Dan semata-mata untuk penyelamatan keuangan negara,” ujarnya kepada VOA, Jumat (7/3).
Namun demikian, Boediono, menurut Yopie menduga ada pihak-pihak yang memanfaatkan kebijakan yang dikeluarkan pada saat itu untuk kepentingan tertentu. Ditegaskannya, sejak awal Boediono telah berkomitmen membantu KPK dalam penuntasan kasus Bank Century ini.
“Bisa jadi ada pihak-pihak lain yang kita tidak tau siapa yang pada saat itu menggunakannya untuk kepentingan sendiri atau mungkin kepentingan orang lain ataukan siapa. Ini yang harus dicari bersama. Dan itu sebabnya Pak Boediono dari awal menegaskan akan membantu aparat penegak hukum untuk menuntaskan masalah ini,” ujarnya.
Anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo, yang juga anggota tim pengawas kasus Century, mengatakan menyambut baik perkembangan penyidikan kasus Century di KPK. Yang kemudian harus dikejar, menurut Bambang, adalah motif di balik penyelamatan bank tersebut.
“Motif pertama adalah Bank Indonesia melalui yayasannya memanfaatkan penyelamatan Bank Century ini untuk pembayaran uang muka karyawan Bank Indonesia sebesar Rp 84 miliar. Selain untuk karyawan rumah itu juga diperuntukan untuk para deputy BI. Selain itu, BI ternyata berkepentingan menyelamatkan dana besar milik Budi Sampurna di Bank Century. Total nilainya adalah Rp 2 triliun. Ini semua adalah kesimpulan (sementara) hasil penyelidikan dan penyidikan KPK,” ujarnya.
Ia menambahkan, Boediono ketika itu menyadari kekeliruan awal keputusannya memberikan FPJP senilai Rp 689 miliar sehingga kemudian direkayasa sedemikian rupa untuk kemudian diputuskan dilakukan penyelamatan melalui proses penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik dengan upaya penyelamatan sebesar Rp 6,7 triliun.
Dalam dakwaan yang disusun jaksa penuntut umum KPK, Budi Mulya diduga memperkaya diri sendiri sebanyak Rp 1 miliar dari pemberian FPJP untuk Bank Century dan memperkaya para pemegang saham bank.
Beberapa nama lain yang dituduh ikut bertanggung jawab dalam pemberian FPJP itu adalah Deputi Gubernur Bidang 5 merangkap Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan, Muliaman Harmansyah Hadad; Deputi Gubernur Bidang 3, Hartadi Agus Sarwono; Deputi Gubernur Bidang 8, Ardhayadi Mitroatmodjo; dan Sekretaris Komite Stabilitas Sistem Keuangan yang saat itu dijabat oleh Raden Pardede juga disebut dalam dakwaan ini.
Dalam surat dakwaan Budi Mulya, Boediono yang saat itu selaku Gubernur BI, disebut bersama-sama dengan Budi memperkaya diri sendiri atau orang lain dalam melakukan beberapa perbuatan melawan hukum, serta memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara.
“Bahwa terdakwa Budi Mulya selaku deputi gubernur Bank Indonesia bidang pengelolaan moneter dan devisa, bersama dengan Boediono selaku Gubernur Bank Indonesia, Miranda S Gultom selaku Deputi Senior BI, Siti Chalimah Fadjrijah selaku Deputi Bidang Pengawasan Bank Umum dan Syariah, Budi Rochadi (saat ini sudah meninggal dunia) selaku Deputi Gubernur Bidang Sistem Pembayaran, BPR, Perkreditan Pengedaran Uang bersama dengan Robert Tantular dan Hermanus Hasan Muslim dalam pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek kepada PT Bank Century,” ujar Jaksa A. Roni saat membacakan dakwaannya.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Presiden Boediono melalui juru bicaranya Yopie Hidayat, mengatakan tercantumnya nama Boediono bukan merupakan hal yang istimewa mengingat jabatannya saat itu sebagai Gubernur Bank Indonesia.
Kebijakan pemberian FPJP kepada Bank Century adalah untuk penyelamatan keuangan negara, ujar Yopie.
“Dakwaan itu kan buat Pak Budi Mulya. Bahwa nama Pak Boed disebut dalam dakwaan itu adalah sesuatu yang wajar dan tidak ada yang istimewa karena dalam kapasitas sebagai Gubernur Bank Indonesia. Yang kemudian sebagai salah satu pembuat kebijakan. Dalam membuat kebijakan itu dilakukan Pak Boed dengan niat baik, tidak dengan melawan hukum dan bukan atas kepentingan pribadi. Dan semata-mata untuk penyelamatan keuangan negara,” ujarnya kepada VOA, Jumat (7/3).
Namun demikian, Boediono, menurut Yopie menduga ada pihak-pihak yang memanfaatkan kebijakan yang dikeluarkan pada saat itu untuk kepentingan tertentu. Ditegaskannya, sejak awal Boediono telah berkomitmen membantu KPK dalam penuntasan kasus Bank Century ini.
“Bisa jadi ada pihak-pihak lain yang kita tidak tau siapa yang pada saat itu menggunakannya untuk kepentingan sendiri atau mungkin kepentingan orang lain ataukan siapa. Ini yang harus dicari bersama. Dan itu sebabnya Pak Boediono dari awal menegaskan akan membantu aparat penegak hukum untuk menuntaskan masalah ini,” ujarnya.
Anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo, yang juga anggota tim pengawas kasus Century, mengatakan menyambut baik perkembangan penyidikan kasus Century di KPK. Yang kemudian harus dikejar, menurut Bambang, adalah motif di balik penyelamatan bank tersebut.
“Motif pertama adalah Bank Indonesia melalui yayasannya memanfaatkan penyelamatan Bank Century ini untuk pembayaran uang muka karyawan Bank Indonesia sebesar Rp 84 miliar. Selain untuk karyawan rumah itu juga diperuntukan untuk para deputy BI. Selain itu, BI ternyata berkepentingan menyelamatkan dana besar milik Budi Sampurna di Bank Century. Total nilainya adalah Rp 2 triliun. Ini semua adalah kesimpulan (sementara) hasil penyelidikan dan penyidikan KPK,” ujarnya.
Ia menambahkan, Boediono ketika itu menyadari kekeliruan awal keputusannya memberikan FPJP senilai Rp 689 miliar sehingga kemudian direkayasa sedemikian rupa untuk kemudian diputuskan dilakukan penyelamatan melalui proses penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik dengan upaya penyelamatan sebesar Rp 6,7 triliun.
Dalam dakwaan yang disusun jaksa penuntut umum KPK, Budi Mulya diduga memperkaya diri sendiri sebanyak Rp 1 miliar dari pemberian FPJP untuk Bank Century dan memperkaya para pemegang saham bank.
Beberapa nama lain yang dituduh ikut bertanggung jawab dalam pemberian FPJP itu adalah Deputi Gubernur Bidang 5 merangkap Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan, Muliaman Harmansyah Hadad; Deputi Gubernur Bidang 3, Hartadi Agus Sarwono; Deputi Gubernur Bidang 8, Ardhayadi Mitroatmodjo; dan Sekretaris Komite Stabilitas Sistem Keuangan yang saat itu dijabat oleh Raden Pardede juga disebut dalam dakwaan ini.