Pemilihan presiden (pilpres) Taiwan tahun depan adalah pilihan antara demokrasi dan autokrasi, kata Wakil Presiden William Lai dalam komentar yang disiarkan setelah China melakukan latihan militer di sekitar pulau itu sebagai unjuk kemarahan atas kunjungannya bulan ini ke Amerika Serikat (AS).
Lai, kandidat terunggul dalam jajak pendapat untuk menjadi presiden Taiwan berikutnya pada pemilihan Januari, singgah sebentar di AS pada bulan ini dalam perjalanan ke dan dari Paraguay, memicu kemarahan di Beijing. China memandangnya sebagai separatis berbahaya mengingat Taiwan diklaim sebagai wilayah teritorial China.
Kementerian Pertahanan Taiwan mengatakan pada Minggu (20/8) pagi bahwa dalam 24 jam terakhir 25 pesawat angkatan udara China telah melintasi garis median Selat Taiwan, yang berfungsi sebagai penghalang tidak resmi antara kedua belah pihak sampai pesawat militer China mulai secara teratur melintasinya setahun yang lalu.
Dalam sebuah wawancara yang disiarkan pada Sabtu (19/8) malam dengan sebuah stasiun televisi Taiwan tetapi dilakukan saat dia berada di New York akhir pekan lalu, Lai mengatakan bukan hak China untuk memutuskan siapa yang memenangkan pemilihan.
BACA JUGA: Buntut Lawatan Wapres Taiwan ke AS, China Gelar Latihan Militer di Sekitar Taiwan"Ini bukan yang disukai China hari ini, dan kemudian mereka dapat menduduki jabatan itu. Ini bertentangan dengan semangat demokrasi Taiwan, dan merupakan kerusakan besar pada sistem demokrasi Taiwan," katanya.
China seharusnya tidak "mempermasalahkan apa pun" terkait perjalanan ke luar negeri oleh para pemimpin Taiwan, kata Lai.
"Posisi saya adalah Taiwan bukan bagian dari Republik Rakyat China. Kami bersedia berhubungan dengan komunitas internasional dan berbicara dengan China di bawah jaminan keamanan."
China selama bertahun-tahun ingin "mencaplok" Taiwan dan ini bukan sesuatu yang dimulai di bawah pemerintahan Partai Progresif Demokratik (DPP) yang berkuasa, katanya, menunjuk ke pertempuran di sepanjang pantai China pada 1950-an ketika China merebut pulau-pulau yang dikuasai Taiwan.
“Pemilu ini bukan pilihan antara damai dan perang. Kita tidak bisa memesan menu, memilih damai lalu damai, memilih perang lalu perang. memilih apakah kita menginginkan demokrasi atau autokrasi. Ini adalah pilihan nyata yang harus kita buat dalam pemilihan ini."
Your browser doesn’t support HTML5
China telah menuntut agar Pemerintah Taiwan menerima bahwa kedua sisi Selat Taiwan adalah bagian dari "satu China", tetapi ditolak.
Angkatan Laut Taiwan pada Minggu merilis rekaman video para pelautnya di kapal fregat rudal Tian Dan yang membayangi kapal fregat China Xuzhou, yang katanya diambil pada Sabtu di laut selatan Taiwan.
Militer Taiwan juga merilis foto salah satu jet tempurnya lepas landas dan seorang pilot sedang memeriksa rudal di bawah pesawat.
"Kami mendesak Beijing untuk menghentikan tekanan militer, diplomatik, dan ekonominya terhadap Taiwan dan sebagai gantinya terlibat dalam dialog yang berarti dengan Taiwan," kata juru bicara Departemen Luar Negeri kepada Reuters dalam sebuah pernyataan. [ah/ft]