Warga Kuba Berikan Suara dalam Pemilu Parlemen, Potensi Golput Jadi Masalah

Seorang pria menggunakan hak pilihnya dalam pemilu anggota legislatif di Kuba, di sebuah tempat pemungutan suara di Havana, pada 26 Maret 2023. (Foto: AFP/Adalberto Roque)

Warga Kuba menuju ke TPS pada Minggu (26/3) untuk memberikan suara dalam pemilu parlemen yang hasilnya sudah pasti. Namun, tingkat golongan putih (golput) atau orang yang tidak melaksanakan hak pilih menjadi isu yang menentukan.

Sebanyak delapan juta pemilih yang memenuhi syarat akan memberikan suara mereka untuk 470 calon anggota legislatif (caleg) yang memperebutkan 470 kursi di Majelis Nasional Kuba.

BACA JUGA: Blinken: AS Tidak akan Cabut Kuba dari Daftar Teroris

Isu yang paling penting yang mencuat dalam pemilihan tersebut adalah jumlah orang Kuba yang menolak untuk memilih.

Oposisi meminta rakyat Kuba untuk abstain, dengan satu akun Twitter oposisi menyebut pemungutan suara itu sebagai "lelucon."

Pemungutan suara tidak wajib, dan angka golput terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir.

Dalam Pemilu kotamadya pada November 2022, tingkat partisipasi pemilih hanya berkisar 68,5 persen, turun dari 74 persen yang memberikan suara dua bulan sebelumnya dalam referendum tentang aturan keluarga baru. Bahkan berbeda jauh dengan 90 persen dalam referendum 2019 tentang konstitusi baru.

Pemerintah komunis Kuba tidak mengizinkan adanya oposisi sehingga sebagian besar calon parlemen yang terdiri dari 263 perempuan dan 207 laki-laki adalah anggota Partai Komunis Kuba (PCC).

BACA JUGA: AS Tak Temukan Bukti yang Kaitkan Musuh dengan Sindrom Havana

Pembangkang Manuel Cuesta Morua, anggota Dewan Transisi Demokrasi di Kuba mengatakan, "kekuatan sosiologis sedang menjadi partai politik terbesar di negara ini, partai abstain."

Kenyataannya, caleg masih harus memperoleh 50 persen suara untuk bisa terpilih. [ps/ft]