Para pemilih di Mali mendatangi TPS-TPS untuk memberi suara guna memilih presiden baru, Minggu (28/7).
Para pemilih di Mali memberikan suara untuk pemilihan presiden baru setelah mengalami pergolakan selama 18 bulan melibatkan kudeta militer di Selatan dan intervensi militer pimpinan Perancis yang mengakhiri pengambilalihan kawasan utara oleh pihak Islamis.
Warga mengantri dibawah pengawasan ketat keamanan untuk memberikan suara dalam pemilihan hari Minggu. Keamanan sangat ketat diberlakukan di TPS-TPS, khususnya di kawasan utara, termasuk kota Gao yang dibebaskan dari para pemberontak Islamis awal tahun ini.
Di kota Timbuktu, para pemilih menyampaikan kegembiraannya terhadap proses pemilihan itu.
Meski demikian di kota-kota lainnya seperti kawasan utara Kidal pemilih yang datang ke TPS dilaporkan sedikit dan beberapa petugas pemilu absen. Separatis Tuareg yang merebut sebagian besar Mali utara mengancam pemilih dan TPS-TPS di daerah itu.
Empat kandidat teratas dalam persaingan itu termasuk dua mantan perdana menteri- Ibrahim Boubacar Keita dan Modibo Sidibe.
Dua kandidat utama lainnya adalah Somalia Cisse yang memimpin Uni Moneter Afrika Barat dan yang kurang dikenal Dramane Dembele, yang di dukung partai politik terbesar di Mali, ADEMA.
Isu-isu terkait distribusi kartu identitas pemilih dan kesalahan dalam daftar pemilih telah memicu tuduhan terjadinya kecurangan dan pelanggaran seputar pelaksanaan pemilu ini. Namun Kepala Misi Pemantau Uni Eropa di Mali Louis Michael mengatakan timnya “secara mengejutkan" justru gembira dengan kondisi pemilu ini.
Sekitar tujuh juta warga Mali berhak memberi suara dalam pemilu ini, untuk menggantikan presiden sementara Dioncounda Traore yang ditunjuk tahun lalu.
Jika tidak tidak ada satu kandidat pun yang meraih suara mayoritas, maka dua kandidat dengan suara terbanyak akan mengikuti pemilu putaran kedua tanggal 11 Agustus mendatang.
Warga mengantri dibawah pengawasan ketat keamanan untuk memberikan suara dalam pemilihan hari Minggu. Keamanan sangat ketat diberlakukan di TPS-TPS, khususnya di kawasan utara, termasuk kota Gao yang dibebaskan dari para pemberontak Islamis awal tahun ini.
Di kota Timbuktu, para pemilih menyampaikan kegembiraannya terhadap proses pemilihan itu.
Meski demikian di kota-kota lainnya seperti kawasan utara Kidal pemilih yang datang ke TPS dilaporkan sedikit dan beberapa petugas pemilu absen. Separatis Tuareg yang merebut sebagian besar Mali utara mengancam pemilih dan TPS-TPS di daerah itu.
Empat kandidat teratas dalam persaingan itu termasuk dua mantan perdana menteri- Ibrahim Boubacar Keita dan Modibo Sidibe.
Dua kandidat utama lainnya adalah Somalia Cisse yang memimpin Uni Moneter Afrika Barat dan yang kurang dikenal Dramane Dembele, yang di dukung partai politik terbesar di Mali, ADEMA.
Isu-isu terkait distribusi kartu identitas pemilih dan kesalahan dalam daftar pemilih telah memicu tuduhan terjadinya kecurangan dan pelanggaran seputar pelaksanaan pemilu ini. Namun Kepala Misi Pemantau Uni Eropa di Mali Louis Michael mengatakan timnya “secara mengejutkan" justru gembira dengan kondisi pemilu ini.
Sekitar tujuh juta warga Mali berhak memberi suara dalam pemilu ini, untuk menggantikan presiden sementara Dioncounda Traore yang ditunjuk tahun lalu.
Jika tidak tidak ada satu kandidat pun yang meraih suara mayoritas, maka dua kandidat dengan suara terbanyak akan mengikuti pemilu putaran kedua tanggal 11 Agustus mendatang.