Warga Palestina menyebutnya sebagai Nakba, bahasa Arab yang berarti bencana. Sekitar 700.000 warga Palestina - mayoritas penduduk sebelum perang - melarikan diri atau diusir dari rumah mereka sebelum dan selama perang Arab-Israel tahun 1948 yang disusul dengan berdirinya Israel.
Dua kali lipat lebih dari jumlah tersebut telah mengungsi dari dalam Gaza sejak dimulainya perang terakhir, yang dipicu oleh serangan Hamas pada 7 Oktober ke Israel.
Badan-badan PBB mengatakan bahwa 550.000 orang, hampir seperempat dari 2,3 juta penduduk Gaza, telah mengungsi hanya dalam waktu satu minggu terakhir, ketika pasukan Israel telah mendesak masuk ke kota Rafah di bagian selatan, di sepanjang perbatasan dengan Mesir, dan menyerbu kembali beberapa wilayah di bagian utara Gaza.
Pastor Abdullah Yulio, pastor paroki gereja Katolik Yunani Melkite di Ramallah, mengatakan, “Apa yang terjadi di Gaza dan saat ini di seluruh wilayah Palestina secara keseluruhan menjadi bukti bagi semua orang bahwa Nakba Palestina sedang berlangsung”.
BACA JUGA: Sekjen PBB “Sangat Kecewa” dengan Eskalasi Militer Israel di RafahAcara utama yang menandai Hari Nakba pada hari Rabu diadakan di kota Tepi Barat, Ramallah, di mana Otoritas Palestina bermarkas.
Acara ini merupakan inti dari perjuangan nasional Palestina.
Namun, dalam banyak hal, pengalaman tersebut tidak seberapa dibandingkan dengan bencana yang kini terjadi di Gaza.
Perang terbaru dimulai dengan serangan Hamas di Israel selatan, melalui beberapa daerah yang sama di mana warga Palestina melarikan diri dari desa-desa mereka 75 tahun sebelumnya.
Militan Palestina menewaskan sekitar 1.200 orang pada hari itu, sebagian besar warga sipil, dan menyandera 250 orang lainnya.
Israel merespons dengan salah satu serangan militer terberat dalam sejarah baru-baru ini, melenyapkan seluruh lingkungan di Gaza dan memaksa sekitar 80% penduduk meninggalkan rumah mereka.
Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan lebih dari 35.000 warga Palestina telah terbunuh, tanpa membedakan antara warga sipil dan kombatan dalam penghitungannya.
PBB mengatakan ada kelaparan yang meluas dan bahwa Gaza utara berada dalam “kelaparan besar-besaran.”
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan pada hari Rabu bahwa tidak ada cara untuk mempersiapkan visi pascaperang bagi Gaza, sampai Hamas dikalahkan “secara militer.”
“Penghapusan Hamas adalah langkah yang diperlukan untuk memastikan bahwa ‘kelak’ tidak akan ada elemen di Gaza yang mengancam kita. Tidak ada pengganti untuk kemenangan militer. Upaya untuk melewatinya dengan satu atau beberapa klaim hanya terputus dari kenyataan. Ada satu pengganti untuk kemenangan - kekalahan. Kekalahan militer dan politik, kekalahan nasional. Pemerintah yang dipimpin oleh saya tidak akan menyetujui hal ini,” tegasnya.
Netanyahu telah menghadapi kritik yang meningkat baik di dalam negeri maupun dari Amerika Serikat, sekutu utama Israel, atas visi pascaperangnya untuk Gaza.
Dalam beberapa wawancara minggu ini, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan bahwa ia belum melihat rencana Israel untuk pemerintahan dan pembangunan kembali Gaza.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menandai peringatan Nakba dengan bersumpah untuk terus mendukung Palestina dan kelompok militan Hamas.
Dalam sebuah pidato di hadapan para anggota legislatif partai yang berkuasa pada hari Rabu, Erdogan kembali membandingkan tindakan Israel dengan Holocaust, dan mengatakan bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan para pejabat lainnya akan “membayar harga” atas serangan-serangan tersebut.
“Tidak peduli apa yang mereka lakukan, kemanusiaan tidak akan membiarkan para pembunuh ini bebas. Bahkan jika kemanusiaan membiarkan mereka pergi, kami akan mengejar para pembunuh ini, jaringan pembunuh genosida ini,” tambahnya.
Sebagai pendukung perjuangan Palestina sejak lama, Erdogan semakin mengeraskan sikapnya terhadap Israel setelah partai yang berkuasa kehilangan sejumlah suara dari sebuah partai Islamis kecil dalam pemilihan umum lokal pada bulan Maret lalu.
Pemerintahnya telah memutuskan hubungan dagang dengan Israel dan berusaha untuk bergabung dengan kasus hukum yang diajukan oleh Afrika Selatan terhadap Israel di Mahkamah Internasional. [my/jm]