Masa depan politik Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas dipertanyakan sementara beberapa sinyal menunjukkan ketidakpuasan yang meningkat di kalangan warga Palestina. Kebanyakan dari mereka menginginkan Mahmoud Abbas mengundurkan diri. Sebuah jajak pendapat terakhir menunjukkan sekitar 80% warga Palestina yang disurvei menginginkan Abbas meletakkan jabatan.
Popularitas Abbas tidak membaik setelah pertemuannya baru-baru ini dengan Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz, di mana Israel mengisyaratkan akan meringankan kondisi kehidupan orang Palestina.
Khalil Shikaki, analis politik yang mengepalai Pusat Penelitian Kebijakan dan Survei Palestina mengemukakan, “Tampaknya tidak ada harapan bahwa kondisi itu akan berubah secara bermakna -- baik dalam hubungan mereka dengan Israel, upaya mengakhiri pendudukan bahkan mengurangi pendudukan, maupun dalam hal reformasi dalam pemerintahan terkait pemilu, misalnya, atau merekonsiliasi Tepi Barat dan Gaza, Fatah dan Hamas, atau memperbaiki kondisi ekonomi. Secara keseluruhan, gambaran yang ada dalam benak orang Palestina adalah segala sesuatu hanya akan menjadi lebih buruk, bukannya menjadi lebih baik.”
BACA JUGA: Presiden Israel Puji Pertemuan Presiden Palestina-Menhan IsraelTahun lalu, rakyat Palestina memprotes apa yang mereka katakan sebagai korupsi dan tindakan antidemokrasi oleh pemerintah mereka, termasuk penutupan parlemen, Dewan Legislatif Palestina, dan pembatalan setiap pemilihan nasional dalam 15 tahun terakhir. Mereka menyalahkan Mahmoud Abbas.
Khalil Shikaki mengatakan, “Selama dekade terakhir pemerintahannya, Abbas semakin otoriter. Tidak ada independensi peradilan, tidak ada pers yang bebas, dan kebebasan masyarakat sipil dibatasi. Semua itu, ia lakukan karena ingin tetap berkuasa.”
Your browser doesn’t support HTML5
Banyak juga yang mengecam upaya yang mereka pandang sebagai kolaborasi Abbas dengan Israel. Mereka termasuk anggota oposisi seperti Dmitri Diliani dari Faksi Reformis Demokratik Fatah.
“Di bawah Presiden Mahmoud Abbas, hubungan politik dan negosiasi dengan Israel berhenti total. Peran pemerintah Otoritas Palestina sekarang pada dasarnya adalah memberi layanan keamanan kepada Israel. Untuk jangka pendek, itu menguntungkan Israel. Namun dalam jangka panjang, itu mendiskreditkan Otoritas Palestina dan kepercayaan masyarakat terhadap Otoritas Palestina. Akibatnya, itu akan mengurangi kemampuan Otoritas Palestina untuk memberi keamanan kepada warganya,” ujarnya.
Bagi Israel, Abbas selama ini merupakan kekuatan untuk stabilisasi kawasan Tepi Barat, di mana pasukan keamanannya membantu mencegah puluhan serangan oleh orang Palestina. Beberapa pejabat keamanan Israel mengatakan satu-satunya alternatif bagi pemerintahan Abbas adalah Hamas, yang dianggap Israel sebagai organisasi teroris.
Gonen Ben Itzhak, mantan perwira Intelijen Israel baru-baru ini berbicara dengan sejumlah anggota Klub Pers Yerusalem. “Kami tentu saja tidak perlu menyepakati semuanya dengan otoritas Palestina. Ada perbedaan besar antara Israel atau kebijakan Israel dan kebijakan Palestina. Tetapi kita lihat dalam 10, 15 tahun terakhir, otoritas Palestina banyak melakukan upaya untuk memerangi Hamas. Kami bisa bekerja sama dengan mereka. Jadi, kami membutuhkan otoritas Palestina untuk menjadi lebih kuat.”
Para pengamat justru berpandangan bahwa otoritas Palestina berada dalam posisi yang lemah karena menghadapi krisis ekonomi. Mereka percaya Abbas tidak punya pilihan selain berbicara tentang bantuan ekonomi setelah Israel menolak bernegosiasi tentang proses perdamaian. [mg/ka]