Di sebuah pagi yang cerah, Ghislene Moret melihat tumpukan bunga dan catatan yang tersebar sepanjang Rue de la Fontaine au Roi, tempat teroris menembak mati warga awal bulan ini.
"Ini semua tentang cinta," ujarnya. "Cinta mengatasi kebencian. Kami masih berdiri di sini. Itu pesan utamanya."
Di sebuah kotak surat menempel puisi yang ditulis oleh seorang warga Paris berusia 17 tahun, yang menyerukan persatuan untuk mengatasi kekacauan. Pesan lain berbicara mengenai cinta di tengah kebencian, serta "Kau tidak akan menghancurkan cara hidup kami. Bertahan!"
Di pinggir jalan, mural dan memorial untuk para korban berisi karya-karya senin. Sekarang ini, gelombang grafiti, puisi dan musik membantu memulihkan luka negara itu.
Seorang warga bernama Patrick Jardry meninggalkan frase-frase dari Victor Hugo, yang diambil dari Deeds and Words: "Paris adalah kota suci, yang menyerang Paris menyerang seluruh umat manusia."
"Puisi adalah bahasa yang tidak dapat dipahami teroris. Ini bukan untuk mereka, ini untuk kita," tambahnya.
Di seluruh kota, seniman-seniman grafiti menyemprotkan cat dengan motto lama kota Paris Fluctuat Nec Mergitur, Bahasa Latin “Terombang-ambing tapi tidak Tenggelam," membawa gambar kapal. Para politisi dan penyair menulis puisi-puisi favorit dan komposisi mereka di Twitter. Para blogger mengunggah foto-foto seni jalanan favorit mereka di Internet dan para musisi telah menggubah lagu untuk para korban serangan Paris.
Ungkapan dengan karya seni terjadi di seluruh negeri, dengan tagar #SprayForParis.
"Semua ini menyatakan bahwa Perancis tidak akan tunduk pada teroris," ujar warga Amerika Stuart Scott.
Seorang warga Berlin, Maida Schmidt, mengatakan ia terkesan dengan karya-karya puisi itu.
"Semua setelah serangan-serangan ini adalah mengenai puisi. Puisi yang paling indah," ujarnya. [hd]