Warga Uvalde Langsungkan Pemakaman Pertama Korban Penembakan Sekolah Dasar

Sejumlah pria tampak menggotong peti jenazah Amerie Jo Garza, yang merupakan salah seorang korban penembakan di Sekolah Dasar Robb, dalam upacara pemakaman di Gereja Katolik Sacred Heart di Uvalde, Texas, pada 31 Mei 2022. (Foto: Reuters/Shannon Stapleton)

Kota Uvalde, Texas, yang sedang berduka, pada Selasa (31/5) melangsungkan pemakaman pertama korban insiden penembakan di Sekolah Dasar Robb yang terjadi pada 24 Mei lalu di mana 19 siswa dan dua guru tewas serta 60 orang lainnya terluka dalam insiden tersebut.

Pemakaman pertama dilangsungkan bagi dua gadis kecil yang masing-masing berusia 10 tahun.

Salah seorang diantara mereka adalah Amerie Joe Garza, yang digambarkan sebagai gadis yang manis, lucu, suka menggambar dan berenang. Korban lainnya adalah Maite Yuelana Rodriguez, seorang siswa teladan yang senang belajar tentang paus dan lumba-lumba, dan bermimpi dapat menjadi pakar biologi kelautan.

BACA JUGA: Perdana Menteri Kanada Umumkan RUU ‘Pembekuan’ Kepemilikan Pistol

Lebih banyak pemakaman direncanakan akan dilangsungkan bagi korban-korban lain dalam beberapa hari mendatang.

Di Washington DC, segelintir senator Amerika Serikat, yaitu Senator dari Partai Demokrat Chris Murphy dan Kyrsten Sinema, dan dari Partai Republik John Cornyn dan Thom Tillis, memulai pembicaraan virtual untuk menentukan apakah terdapat kesepakatan lain yang mungkin dicapai untuk mengendalikan laju kekerasan senjata api dan pembunuhan massal yang terjadi di AS dan tidak terjadi di kota-kota lain di dunia.

Presiden Joe Biden, yang dikenal sebagai pendukung pengendalian kepemilikan senjata api dan telah berupaya memberlakukan aturan baru dalam penjualan senjata api namun dihalang-halangi oleh Partai Republik, pada Selasa (31/5) mengatakan kepada wartawan, “saya akan bertemu dengan Kongres (untuk membahas) tentang senjata api, saya berjanji pada Anda.”

Biden, yang pada Minggu (29/5) menghabiskan waktu selama tujuh jam di Uvalde untuk bertemu keluarga para korban dan penyintas serangan penembakan itu, mengatakan “sayangnya, (saya kira) saya telah mengalami lebih banyak insiden penembakan dibanding presiden mana pun dalam sejarah Amerika... Hanya saja, sebagian besar, sebagian besar insiden ini dan kehancuran yang luar biasa sebenarnya dapat dicegah,” ujarnya lirih.

BACA JUGA: Biden Bertemu dengan PM Selandia Baru

Belajar dari Selandia Baru

Biden, pada Selasa (31/5), melangsungkan pertemuan dengan Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern. Kepada wartawan Biden mengatakan akan berdialog dengan Ardern tentang tanggapan negara itu setelah seorang penembak membunuh 51 orang di dua masjid di Christchurch pada 2019 lalu, sambil menyiarkan secara langsung pembantaian yang dilakukannya itu di Facebook.

Beberapa minggu setelah penembakan itu, Ardern memimpin langkah dramatis yang membatasi senjata api di Selandia Baru, termasuk melarang secara permanen penjualan senjata semi-otomatis gaya militer dan senjata serbu. Ia juga membuat program untuk membeli kembali dan menghancurkan senjata-senjata semacam itu yang sudah terlanjur beredar.

Rencana untuk memberlakukan kebijakan seperti di Selandia Baru itu telah ditentang luas di Amerika, di mana orang melihat jaminan untuk memiliki senjata api dalam Konstitusi Amerika sebagai sesuatu yang sakral.

Departemen Kehakiman Kaji Tanggapan Aparat

Sementara anggota-anggota Kongres memperdebatkan upaya baru untuk mengendalikan penjualan senjata api, Departemen Kehakiman AS telah membuka tinjauan terhadap tanggapan polisi dalam serangan di SD Robb itu. Tinjauan tersebut dilakukan untuk “mengidentifikasi pelajaran yang dapat dipetik dan praktik terbaik untuk membantu responden pertama mempersiapkan diri dan menanggapi peristiwa penembak aktif.”

Dalam penembakan di Texas, aparat penegak hukum dikecam luas karena memerlukan waktu lebih dari satu jam untuk menghadapi Salvador Ramos, laki-laki bersenjata yang putus sekolah dan melakukan pembantaian di Sekolah Dasar Robb. Beberapa hari terakhir ini otoritas penegak hukum Texas telah mengubah pernyataan mereka tentang bagaimana sesungguhnya tanggapan terhadap insiden pembantaian di sekolah tersebut.

Your browser doesn’t support HTML5

Wacana Mempersenjatai Guru untuk Mencegah Penembakan di Sekolah

Ketika anak-anak yang terjebak di dalam sekolah menelpon panggilan darurat 911 untuk memohon agar polisi menyelamatkan mereka, kepala polisi untuk sekolah-sekolah di kota Uvalde membuat penilaian yang salah, dengan mengatakan bahwa insiden yang terjadi bukan lagi tentang penembak aktif, tetapi tentang penyerang yang membarikade dirinya di ruang kelas.

Sehingga komandan aparat yang berada di lokasi, Pete Arredondo, tidak segera memerintahkan polisi untuk menyerbu ruang-ruang kelas guna mengakhiri pembantaian itu sebelum lebih banyak siswa dibantai. Baru setelah agen-agen Patroli Perbatasan Amerika tiba di sekolah dan menyerbu ruang-ruang kelas, Ramos berhasil dilumpuhkan.

Kepala Departemen Keamanan Publik di Texas, Steven McCraw, pada minggu lalu mengatakan setelah mengkaji apa yang terjadi, jelas “merupakan keputusan yang salah untuk menunggu” sebelum menghadapi penembak. [em/pp]