Warga Yaman Berjuang Keras Atasi Lonjakan Harga Pangan

Harga gandum dan bahan pangan lainnya di Yaman melonjak berkali-kali lipat akibat perang di Ukraina (foto: dok).

Harga 50 kilogram gandum di ibu kota Yaman yang dikuasai kelompok Houthi telah naik dari 28 dolar menjadi 88 dolar – atau berarti melonjak 400% – semakin menyulitkan hidup warga di negara termiskin di dunia Arab itu.

Seorang penduduk di Sana'a, Yehia Al-Dabibi, mengatakan, “Ini di luar jangkauan banyak orang yang tidak memiliki pendapatan tetap.”

Di sebagian daerah pedesaan, harga gandum ukuran 50 kilogram itu bahkan telah mencapai 240 dolar.

Menurut Program Pangan Dunia WFP, hampir seluruh wilayah di Yaman bergantung pada impor pangan, di mana 22% impor gandum berasal dari Ukraina.

Rakyat Yaman selama bertahun-tahun telah terbiasa berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka, tetapi kenaikan harga ini semakin memperburuk keadaan. “Kami hanya mencari pertolongan Tuhan,” kata Al Dabibi, seraya menambahkan warga kini semakin kewalahan dengan beban keuangan mereka.

Your browser doesn’t support HTML5

Bisnis Menghadapi Masalah Kelangkaan Gandum dan Energi di Nigeria

Inflasi telah mengeruk dompet orang-orang, memicu gelombang protes dan pemogokan pekerja di seluruh dunia.

Para ekonom mengatakan perang Rusia di Ukraina telah meningkatkan inflasi dan semakin mendorong naiknya biaya energi dan harga pupuk, gandum dan minyak goreng, karena para petani berjuang untuk menanam dan mengekspor tanaman di salah satu kawasan pertanian utama di dunia.

Situasi ini sangat mengerikan bagi pengungsi dan warga miskin di daerah-daerah konflik seperti Afghanistan dan Yaman, di mana pertempuran telah memaksa warga meninggalkan rumah mereka dan bergantung pada organisasi bantuan yang berjuang sendiri untuk mengumpulkan bantuan.

Konflik di Yaman telah menciptakan salah satu krisis kemanusiaan terburuk di dunia.

Di salah satu tenda darurat di Sanaa, Naser Taher yang berusia 37 tahun berbagi tempat tinggal di tenda penampungan dengan empat anggota keluarganya. Ia menjual kaleng kosong untuk mendapatkan makanan, dan mengatakan terakhir kali ia makan ayam lebih dari satu bulan lalu.

Lebih dari selusin badan PBB dan kelompok bantuan internasioal mengatakan bahwa 161.000 orang di Yaman yang dilanda perang kemungkinan akan mengalami kelaparan pada paruh kedua tahun 2022, meningkat lima kali lipat dari angka saat ini.

Perang saudara di Yaman dimulai pada tahun 2014 ketika pemberontak Houthi yang didukung Iran merebut kota Sanaa dan sebagian wilayah utara negara itu. Koalisi yang dipimpin Arab Saudi dan didukung Amerika melakukan intervensi beberapa bulan kemudian untuk mengusir pemberontak dan memulihkan pemerintah yang diakui masyarakat internasional.

Konflik dalam beberapa tahun terakhir itu telah menjadi perang proksi yang menewaskan lebih dari 150.000 orang. [em/jm]