"This is the aid coming in for severely malnourished children in Papua – instant noodles, super sweet softdrinks, and biscuit," cuit Rebecca Alice Henschke, salah seorang wartawan BBC yang sedang meliput di Asmat, Papua, lewat Twitter pada 1 Februari, merujuk pada foto yang dipasangnya.
Cuitan dan foto yang melengkapinya itu sudah dihapus, tetapi di bagian yang dihapus itu ada tambahan informasi "sumber-sumber lain mengatakan ini bukan bantuan tetapi pasokan normal. Upaya bantuan berskala luas sedang dalam perjalanan."
Cuitan ini – dan beberapa cuitan lain, termasuk cuitan bahwa "anak-anak di rumah sakit makan biskuit cokelat, dan hanya itu" – sudah meluas; dan dinilai TNI telah "melukai dan merugikan TNI karena bukan fakta sebenarnya." TNI melaporkan hal ini kepada polisi yang kemudian memproses Rebecca dan dua wartawan BBC yang bersamanya – Affan dan Dwiki – di Agats dan Timika. Setelah pemeriksaan polisi di Agats, Dwiki kembali ke Jakarta. Sementara Rebecca dan Affan kembali diperiksa imigrasi di Timika dan kemudian terbang ke Jakarta.
Upaya VOA untuk mendapatkan informasi dari Rebecca dan tim BBC tentang hal yang melatarbelakangi keputusannya kembali ke Jakarta, belum mendapat tanggapan. Permohonan wawancara yang dikirim sejak Sabtu (3/2) tidak dibalas.
AJI Sesalkan Cuitan yang Jadi Dasar Menghalangi Peliputan Jurnalis BBC
Ketua Umum Aliansi Jurnalis Indonesia AJI Abdul Manan lewat pernyataan tertulis "menyesalkan soal cuitan menjadi dasar untuk menghalangi aktivitas peliputan jurnalis di Papua." Dihubungi VOA melalui telepon, Abdul Manan mengatakan seusai pemeriksaan diketahui bahwa secara administratif tidak ada masalah yang dilanggar, sehingga seharusnya Rebbecca dan tim BBC tetap diizinkan melanjutkan liputan.
"Ketika itu ia (Rebbeca.red) tidak mau menandatangani pernyataan minta maaf; dan imigrasi serta polisi tidak menemukan pelanggaran administrasi karena ia punya visa jurnalis, KITAS, ijin peliputan dll. Jadi secara administrasi ia benar. Tetapi setelah diperiksa imigrasi, ia dikawal aparat keamanan oleh aparat ke bandara. Jadi tidak bisa lagi kembali liputan. Ia harus naik pesawat dan kembali ke Jakarta. Yang kami protes lebih soal itu. Jika memang karena cuitan yang dipersoalkan, fokus saja. Cuitan harusnya dibalas dengan cara yang sama, bukan dengan mengawal dia kembali ke bandara sehingga tidak bisa melanjutkan liputannya. Kasarnya ia seperti diusir," paparnya.
TNI Bantah Mengusir Wartawan BBC
Dihubungi secara terpisah melalui telfon Sabtu malam, Kepala Penerangan Komando Daerah Militer XVII Cendrawasih Kolonel Inf. Muhammad Aidi mengatakan membantah telah melakukan pengusiran.
"Saya tidak mengusir BBC. Setelah dilakukan pemeriksaan oleh polisi, yang bersangkutan tetap diijinkan melanjutkan liputannya tetapi ia tidak menggunakan kesempatan itu, dan itu urusan dia. Tetapi yang jelas ia diberi kesempatan meliput, meskipun prosedur hukum tetap berjalan. Tetapi saya juga ingatkan bahwa saya tidak sanggup menjaga kepala atau isi hati seluruh prajurit yang sedang marah di sana, dan tidak bisa mengawasi satu per satu kepala mereka. Takutnya ada yang emosi dan menyerang Anda, itu kembali ke faktor pertimbangan keselamatan Anda sendiri. Saya bilang begitu. Mungkin kemudian dia berpikir, tidak mau kembali lagi meliput dan memutuskan kembali ke Jakarta. Eh tetapi ia malah membuat opini bahwa "saya dilarang meliput." Padahal kami tidak melarang. Persoalan cuitan itu adalah sakit hati kami karena difitnah dan kami sudah melaporkannya ke polisi. Kami tidak melarang ia liputan," jelasnya.
Muhammad Aidi juga membantah bahwa otorita berwenang mempersulit liputan wartawan di Papua dan mengatakan “memang ada prosedur yang harus dipenuhi dan ini harus dihormati. Tetapi begitu semuanya jelas, wartawan bebas meliput.” Ditambahkannya, selain tim BBC, ada beberapa tim wartawan – termasuk wartawan asing – lain yang juga meliput KLB (kondisi luar biasa.red) campak dan busung lapar yang menyebabkan sedikitnya 71 anak meninggal, sebagian besar karena campak.
"Sebelum datangnya wartawan BBC ini, sudah ada beberapa tim wartawan lain ke sini, bawa wartawan bule juga. Ada Step Vassen dari Aljazeera, juga ada wartawan AFP Perancis. Tidak ada masalah ketika mereka bekerja, meliput dan bahkan kami bantu sebisanya, tidak kami batasi sama sekali... Step Vaessen Al Jazeera itu langsung melapor kepada kami dan dia juga punya security clearance dari Mabes TNI karena dia WNA. Yang dari Perancis juga begitu. Jadi lancar saja karena memang mereka meliput kondisi gizi buruk dan kemudian kami bantu. Bahkan saya telfon Step, apa ada kendala di lapangan dan ada yang bisa kami bantu? Dia bilang tidak ada dan bahwa semuanya lancar. Tapi Rebecca tidak pernah koordinasi. Meskipun demikian, walaupun tidak berkoordinasi, ketika ia datang dan tidur di hotel yang sama dengan personil TNI, tidak ada masalah apapun. Baru setelah ia mencuit yang tidak benar itu jadi masalah," tambahnya.
AJI: Cuitan di Akun Pribadi Bukan Karya Jurnalistik, Tak Perlu Dipersoalkan
Meskipun demikian AJI menyatakan cuitan di Twitter, apalagi menggunakan akun pribadi, bukanlah karya jurnalistik dan selayaknya tidak perlu dipersoalkan.
Abdul menjelaskan, "Cuitan Rebecca itu bukan karya jurnalistik karena ia menulis di Twitter bukan untuk tempatnya bekerja. Ia menulis di akun Twitter pribadinya. Saya tahu ini akan jadi perdebatan sendiri. Tentu saja jika ia menulis di akunnya pun sudah sepantasnya ia menulis hal-hal yang faktual. Kecuali sifatnya opini, ia mengkritik sesuatu. Tetapi ini wilayah yang menjadi urusan Rebecca dan medianya. Kami tidak berusaha membenarkan atau menyalahkan dalam konteks itu, tetapi lebih pada sikap setelah insiden itu."
Pengamat media dan sekaligus pengajar Ilmu Komunikasi di Universitas Multimedia Nusantara UMN Ignatius Haryanto membenarkan pernyataan AJI.
"Kalau ada postingan di Twitter, ya balas di Twitter juga aja. Gak usah terlalu sensi. Makin sensi, nanti makin susah memberitakan yang benar dari Papua ini," jelasnya.
Hal senada disampaikan pakar media sosial Nukman Luthfie.
Nukman mengatakan, "Akun media sosial pribadi tak mewakili institusi. Apapun cuitannya bukan sikap medianya. Jadi kalau keliru cukup diingatkan bahwa foto itu keliru, sebagaimana layaknya pengguna media sosial biasa. Tak perlu tindakan berlebihan oleh negara."
Nukman Luthfie juga mencuit pernyataannya itu dan menggarisbawahi bahwa media sosial seorang wartawan terpisah dari institusi di mana ia bekerja.
"Media sosial pribadi berdampak pada kredibilitas profesi jurnalis saja. Tapi kalau jurnalisnya sering melakukan kesalahan di media sosial, ya lama-lama berpengaruh negatif juga ke medianya. Tapi kalau wartawan salah nge-tweet, medianya tidak bisa dituntut. Cuitan tetap tidak bisa dinilai sebagai bagian dari institusi, apalagi secara hukum," jelasnya.
Di Amerika Ada Pedoman Jelas Bagi Wartawan, Termasuk Soal Media Sosial
Di Amerika, wartawan memiliki aturan kode etik yang jelas. Kode etik jurnalistik di Voice of America misalnya dengan tegas menyatakan “di media sosial dan ruang publik lain, Anda adalah seorang wartawan VOA. Merupakan hal yang sangat penting untuk bersikap adil, tidak memihak dan obyektif di seluruh ruang publik. Jika mengambil posisi kontroversial dan memberikan pernyataan kontroversial, hal ini dapat menimbulkan citra negatif terhadap diri Anda dan institusi. Hal ini dapat membuat publik menilai kita tidak bisa dipercaya dan tidak dapat mengemukakan kedua sisi dalam sebuah berita kontroversial."
Prinsip yang sama diberlakukan di National Public Radio NPR – organisasi media dengan jaringan yang mencakup lebih dari seribu radio di seluruh Amerika. Seiring semakin banyaknya wartawan yang menggunakan media sosial dalam liputan, NPR mengeluarkan pedoman "sebagai wartawan NPR, berperilaku lah di dunia maya sebagaimana Anda berperilaku di ruang publik lain. Perlakukan apapun yang Anda temui di dunia maya dengan adil, jujur dan respek; sama seperti yang Anda lakukan di ruang publik. Verifikasi informasi sebelum menyebarluaskannya. Jujurlah dengan niat Anda ketika menulis laporan. Hindari tindakan yang dapat mendiskreditkan ketidakberpihakkan profesional Anda. Dan selalu ingat, Anda mewakili NPR."
Hal serupa ada dalam pedoman editorial penggunaan media sosial di beberapa media lain di luar Amerika, termasuk BBC.
Panduan BBC dengan tegas menyatakan bahwa "blog baru dan yang sudah ada, mikroblog, dan situs pribadi lain yang mengidentifikasi penulis sebagai karyawan BBC harus didiskusikan dengan manajer langsung guna menjaga ketidakberpihakan dan kerahasiaan yang layak."
Aliansi Jurnalis Independen berencana mengadakan pertemuan dengan Rebbeca Henschke dan beberapa wartawan BBC lainnya hari Senin (5/2) untuk menindaklanjuti hal ini. [em/hj/jm/ds]