Beberapa bulan terakhir, bahaya yang dihadapi wartawan di Haiti telah meningkat. Sebagian ancaman yang paling mendesak adalah pembunuhan, penculikan dan penyerangan.
Dalam sebuah insiden terbaru, lembaga penyiaran independen Radio Antartika diserang sekelompok orang dan dibakar.
Menurut Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ) yang berbasis di New York, sekitar 50 orang yang bersenjatakan senapan serbu pada tanggal 23 Juli lalu menyerang kota Liancourt, sekitar 110 kilometer dari Ibu Kota Port-au-Prince, dan membakar stasiun radio itu bersama dengan puluhan rumah.
"Mereka menghancurkan semuanya dan kemudian membakarnya. Semuanya menjadi abu," kata pendiri stasiun penyiaran tersebut, Roderson Elias, kepada CPJ.
Elias mendirikan Radio Antartika satu tahun lalu dan mengoperasikannya bersama sekitar selusin staf. Tidak ada staf yang terluka dalam serangan itu, namun menurut laporan CPJ, empat warga Liancourt tewas dan beberapa lainnya diculik.
BACA JUGA: Haiti Minta Bantuan Internasional untuk Atasi Aksi Geng BersenjataVOA telah menghubungi stasiun radio itu, tetapi belum mendapat tanggapan. Namun dalam wawancara dengan media setelah serangan itu, Elias mengatakan dia yakin anggota geng tersebut telah menarget stasiun Radio Antartika karena laporan yang mereka siarkan dan bahwa dia telah menerima ancaman pada awal tahun ini. Stasiun radio itu secara rutin melaporkan aksi kekerasan dan isu-isu lain yang berdampak pada masyarakat.
CPJ melaporkan, pimpinan geng lokal itu telah menuduh Elias membuat warga kota Liancourt menentang keberadaan kelompok itu. Lembaga nirlaba itu memperingatkan betapa situasi media di Haiti “tetap tidak dapat dipertahankan."
Koordinator Program CPJ Untuk Amerika Latin dan Karibia, Cristina Zahar, dalam sebuah pernyataan mengatakan, “Pihak berwenang setempat harus memulihkan ketertiban sehingga semua warga negara, termasuk wartawan, dapat hidup tanpa rasa takut dari geng-geng bersenjata.” Ditambahkannya, “wartawan tidak boleh menghadapi aksi pembalasan dengan kekerasan hanya karena melakukan pekerjaan mereka."
Kedutaan Besar Haiti di Washington belum membalas email permohonan komentar dari VOA.
Pasca Pembunuhan Presiden, Kondisi di Haiti Memburuk
Memburuknya kondisi media di Haiti sejalan dengan meluasnya ketidakamanan sejak pembunuhan Presiden Jovenel Moïse pada tahun 2021.
Bagi jurnalis, salah satu risiko terbesar adalah penculikan.
Sejumlah orang tidak dikenal pada tanggal 21 Juli lalu menculik penyiar radio Blondine Tanis di dekat rumahnya di Port-au-Prince, dan menuntut uang tebusan untuk mengembalikannya. CPJ pada hari Senin (31/7) melaporkan bahwa Tanis telah dibebaskan. "Penurunan kesehatannya selama berada dalam tahanan geng itu sangat memprihatinkan," kata Zahar dari CPJ dalam sebuah pernyataan yang mengumumkan pembebasan wartawan tersebut. "Tindakan geng-geng yang telah berulang kali menculik anggota pers dan menahan mereka untuk mendapatkan uang tebusan benar-benar tidak dapat diterima."
Penculikan Tanis terjadi beberapa minggu setelah penculikan wartawan Radio Vision 2000 Marie Lucie Bonhomme dari rumahnya pada tanggal 13 Juli. Bonhomme dibebaskan setelah beberapa jam, tetapi suaminya yang juga salah seorang pemilik Télé Pluriel 44, diculik seminggu setelah Bonhomme dibebaskan. Hingga akhir Juli ini nasib suaminya masih belum diketahui.
Beberapa wartawan memperkirakan sedikitnya sembilan wartawan telah diculik di Haiti sejak awal tahun ini.
Reporters Without Borders Serukan Pemerintah Haiti Lindungi Wartawan
Direktur Reporters Without Borders Biro Amerika Latin, Artur Romeu dalam sebuah pernyataan mengatakan “wartawan Haiti sudah mempertaruhkan nyawa mereka setiap kali mereka pergi ke lapangan, namun kini mereka berada dalam bahaya, bahkan ketika berada di rumah.” Ditambahkannya, “kami menyerukan kepada pemerintah Haiti untuk melipatgandakan upaya mereka guna membebaskan Pierre-Louis Opont secepatnya dan mengambil langkah-langkah mendesak untuk melindungi jurnalis Haiti dari kekerasan, mengakhiri iklim teror di mana mereka saat ini terpuruk, dan menciptakan kondisi keamanan yang diperlukan untuk mempraktikkan jurnalisme di Haiti.”
Kekerasan yang mematikan juga menjadi keprihatinan lain.
Your browser doesn’t support HTML5
Organisasi hak-hak media setempat melaporkan dua wartawan radio di Haiti dibunuh bulan April lalu. Dumesky Kersaint ditembak di sekitar Mahotiere 83, di Kotamadya Carrefour pada pertengahan April. Sementara pembawa acara radio Rico Jean ditemukan tewas pada 25 April setelah diculik pada malam sebelumnya.
Menurut data CPJ, pada tahun 2022, setidaknya tujuh jurnalis dibunuh di Haiti, di mana setidaknya lima dari pembunuhan itu terkait langsung dengan pekerjaan wartawan.
Menanggapi pembunuhan dua wartawan itu April lalu, Dirjen UNESCO Audrey Azoulay mengeluarkan pernyataan yang menyatakan bahwa “terlalu banyak wartawan Haiti yang harus membayar harga mahal untuk laporan yang mereka buat, membatasi arus informasi yang vital bagi warga.” [em/rd]