Surat kabar Washington Post melaporkan pada Sabtu (26/10) bahwa Elon Musk, taipan yang lahir di Afrika Selatan, pernah bekerja secara ilegal di Amerika Serikat untuk waktu singkat pada 1990-an saat mendirikan perusahaan rintisannya.
Media tersebut melaporkan bahwa Musk tiba di Palo Alto, California, pada 1995 untuk menimba ilmu di Universitas Stanford. Namun, ia tidak pernah mendaftar di program pascasarjananya. Sebagai gantinya, ia fokus mengembangkan perusahaan perangkat lunak Zip2. Perusahaan tersebut akhirnya dijual pada 1999 dengan harga sekitar $300 juta.
Dua ahli hukum imigrasi yang dikutip oleh Post menyatakan bahwa Musk seharusnya terdaftar dalam program studi penuh untuk mempertahankan izin kerja yang sah sebagai mahasiswa.
Musk tidak menanggapi permintaan komentar yang dikirim ke empat perusahaannya—SpaceX, Tesla, perusahaan media sosial X, dan The Boring Company—begitu juga pengacaranya, Alex Spiro.
BACA JUGA: Inggris Kecam Komentar Elon Musk Soal Kerusuhan, Sebut 'Tak Bertanggungjawab'Musk, dalam siniar (podcast) 2020 yang dikutip oleh Post, menyatakan: "Saya secara hukum berada di sana, tetapi seharusnya saya mengerjakan tugas mahasiswa. Saya diizinkan untuk melakukan pekerjaan yang mendukung apa pun."
The Washington Post mengutip dua mantan kolega Musk yang mengingat bahwa Musk menerima izin kerja Amerika Serikatnya pada atau sekitar 1997.
Musk mendukung calon presiden dari Partai Republik Donald Trump dalam pemilihan umum Amerika Serikat pada 5 November.
Trump selama bertahun-tahun menggambarkan migran sebagai penjajah dan penjahat. Selama masa jabatannya dari 2017 hingga 2021, ia mengambil langkah-langkah ketat untuk membatasi migrasi, baik legal maupun ilegal. Ia bertekad akan kembali menggalakkan upaya deportasi terbesar dalam sejarah Amerika Serikat jika terpilih kembali. [ah/gg]