WHO: Orang Muda ‘Semakin Mendorong’ Penyebaran Covid-19

Sekelompok ada muda di pantai Miami Beach, Florida, 30 Juni 2020. (Foto: AP)

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan pandemi virus corona berkembang di kalangan populasi berusia muda.

Dr. Takeshi Kasai, direktur WHO untuk kawasan Pasifik Barat, Selasa mengatakan dalam konferensi pers virtual bahwa wabah Covid-19 “berubah” dengan “orang-orang berusia 20-an, 30-an dan 40-an semakin mendorong penyebarannya” terutama di dalam kawasan tersebut dan hampir 1,9 miliar warganya.

Dr. Kasai mengatakan banyak orang di dalam kelompok usia itu yang tidak sadar mereka telah terjangkit, karena mereka memiliki “gejala sangat ringan maupun tanpa gejala sama sekali,” yang menyebabkan mereka “tanpa disadari menularkan virus itu ke orang-orang lain.”

“Ini meningkatkan risiko penularan ke kelompok paling rentan: kaum lansia, orang sakit, orang dalam perawatan jangka panjang, orang yang tinggal di kawasan perkotaan yang padat penduduk dan daerah-daerah miskin di perdesaan,” ujarnya.

Pernyataan Dr. Kasai itu dikemukakan beberapa jam setelah para pejabat di University of North Carolina di Chapel Hill, salah satu perguruan tinggi terbesar di AS, membatalkan semua kelas tatap muka langsung setelah perebakan wabah Covid-19 di sana.

Perubahan mendadak ke pembelajaran jarak jauh (PJJ) ini terjadi sepekan setelah masa kuliah semester baru dimulai. Universitas itu telah menerapkan PJJ untuk sebagian besar kelasnya pada Maret lalu pada awal perebakan wabah virus corona.

Beberapa mahasiswa duduk-duduk di tangga Perpustakaan Wilson di kampus Universitas North Carolina di Chapel Hill, North Carolina, 20 September 2018. (Foto: Reuters)

Hari Senin, para pejabat universitas itu menyatakan 177 mahasiswa terbukti positif terjangkit virus corona dan 350 lainnya dikarantinakan di asrama-asrama maupun tempat tinggal di luar kampus karena kemungkinan terpapar virus itu.

“Kami memahami kekhawatiran dan frustrasi yang ditimbulkan perubahan ini pada banyak mahasiswa dan orang tua,” kata rektor universitas itu, Kevin M. Guskiewicz, dan wakil rektor, Robert A. Blouin, dalam suatu pernyataan. “Meskipun kami percaya kami telah berusaha keras menciptakan suasana belajar dan kehidupan kampus yang sehat dan aman, kami meyakini data sekarang ini menunjukkan situasi ini tidak dapat dipertahankan.”

Sekitar 30 ribu orang tercatat sebagai mahasiswa S-1 dan pascasarjana di UNC-Chapel Hill. Para pejabat universitas itu menyatakan banyak mahasiswa mengenakan masker di kampus dan menjaga jarak.

Mereka menyatakan perebakan wabah itu karena mahasiswa yang kurang berhati-hati, yang memenuhi bar-bar dan pesta-pesta di luar kampus.

Sedikitnya dua universitas lainnya - Oklahoma State dan Notre Dame – telah melaporkan wabah Covid-19, dan para pejabat di beberapa perguruan tinggi lain menyatakan khawatir institusi mereka akan mengalami hal serupa.

Suasana ruang kelas sekolah St. Benediktus di Montebello, dekat Los Angeles, California, AS, di tengah pandemi COVID-19, 14 Juli 2020.


Di tempat lain di AS, Distrik Sekolah Los Angeles, sistem sekolah terbesar kedua di Amerika, memulai program tes virus corona dan pelacakan besar-besaran pada hari Senin, yang pada akhirnya akan mencakup seluruh 600 ribu siswa dan keluarganya, ditambah dengan 75 ribu guru dan pegawai lainnya, kembali ke kelas-kelas yang dihadiri murid-murid.

“Situasi luar biasa memerlukan tindakan luar biasa,” kata Penilik Sekolah Austin Beutner dalam pernyataan tertulis. “Dan meskipun tes serta pelacakan kontak ini belum pernah terjadi sebelumnya, upaya ini perlu dan tepat,” lanjutnya.

Covid-19 di Selandia Baru

Sementara itu, Selandia Baru melaporkan tambahan 13 kasus Covid-19 di kota Auckland, membuat total kasus di negara itu mencapai 90, dengan 69 di antaranya terkait langsung dengan wabah baru di kota di bagian utara negara itu. Dirjen Kesehatan Ashley Bloomfield Selasa mengatakan dalam konferensi pers bahwa salah satu kasus itu tidak terkait dengan klaster yang ada sekarang ini. Lelaki yang terjangkit virus itu adalah pekerja di sebuah hotel yang digunakan sebagai fasilitas isolasi terkendali bagi warga Selandia Baru yang kembali dari luar negeri.

Wabah baru di Auckland itu membayangi keberhasilan awal Selandia Baru dalam menanggulangi virus. Setelah menjalani PSBB yang lama dan ketat pada Maret lalu pada awal perebakan virus, negara itu sempat menikmati masa 100 hari lebih tanpa penambahan kasus penularan lokal baru, sampai wabah terkini dilaporkan pada 11 Agustus lalu.

BACA JUGA: Selandia Baru Tunda Pemilu Karena Wabah Covid-19 di Auckland

PM Jacinda Ardern segera menetapkan 1,6 juta warga Auckland di bawah perintah PSBB baru, dan setelah itu mengundurkan pemilu dari 19 September menjadi 17 Oktober.

PM Ardern menolak klaim yang dilontarkan Presiden AS Donald Trump pada hari Senin dalam suatu kegiatan kampanyenya bahwa Selandia Baru mengalami “lonjakan besar” kasus baru virus corona. Ardern mengatakan pernyataan Trump itu benar-benar keliru, dan membandingkan sejumlah kecil kasus di Selandia Baru dengan “puluhan ribu kasus yang terjadi setiap hari di AS.”

Selandia Baru melaporkan hanya 1.293 kasus Covid-19, termasuk 22 kematian, salah satu yang terendah di dunia, sedangkan AS memimpin di dunia dengan catatan 5,4 juta kasus, termasuk 170.548 kematian. [uh/ab]