Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tidak menyarankan orang untuk menghadiri pertemuan skala besar, seperti acara kumpul keluarga saat Natal, jika tidak mengetahui tingkat keterpaparan orang-orang yang hadir dalam pertemuan itu.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) hari Selasa (21/12) kembali menekankan sejumlah saran untuk mencegah penyebaran COVID-19 pada pertemuan skala besar selama musim liburan akhir tahun, seperti acara kumpul keluarga.
BACA JUGA: Dirjen WHO Rekomendasikan Pembatalan Acara NatalPeringatan yang disampaikan juru bicara WHO Margaret Harris disampaikan ketika varian omicron, yang pertama kali terdeteksi di Afrika Selatan, kini merebak ke seluruh dunia.
Dalam wawancara dengan stasiun TV Inggris Sky, yang dikuti kantor berita Associated Press, Harris tidak menyarankan orang untuk menghadiri pertemuan skala besar, jika tidak mengetahui tingkat keterpaparan orang lain dalam pertemuan itu.
“Terutama orang-orang yang datang dari tempat yang berbeda, Anda tidak tahu tingkat keterpaparan mereka. Orang-orang yang berkumpul dalam keadaan seperti itulah yang kami sebut pencampuran sosial (social mixing). Itulah saat di mana Anda paling mungkin menyebarkan COVID, khususnya omicron,” ujar Harris.
BACA JUGA: Omicron Kini Jadi Varian Dominan di ASHarris menuturkan, omicron tampak “jauh lebih menular” dan menyebutnya “ancaman yang sangat serius”, bahkan bagi populasi dengan tingkat vaksinasi yang baik. Meski demikian, ia juga memberikan saran tentang cara aman menggelar acara kumpul bersama, di antaranya memastikan adanya ventilasi udara, memakai masker, dan memastikan orang-orang yang rentan COVID-19 telah divaksinasi.
“Salah satu hal yang perlu Anda perhatikan, bukan hanya soal sudah divaksinasi atau belum, tapi siapa tamu yang tergolong rentan terinfeksi, misalnya lansia atau orang dengan penyakit bawaan, dan apakah mereka sudah divaksinasi, karena vaksin benar-benar melindungi kelompok ini dari kemungkinan opname dan meninggal dunia,” tambahnya.
Dalam konferensi pers di Jenewa Senin (20/12) lalu, Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, meski “kita semua ingin kembali ke kondisi normal,” pemerintah dan masyarakat sepatutnya mengambil “keputusan sulit” untuk “melindungi diri kita dan orang lain.”
Ia merekomendasikan penundaan atau pembatalan berbagai acara untuk mencegah penyebaran varian baru, omicron.
Sementara itu, karantina wilayah selama perayaan Natal mulai berlaku di Belanda. Pemerintah setempat menutup toko-toko non-esensial, tempat hiburan dan kebudayaan untuk meredam penyebaran omicron. Perdana Menteri Belanda Mark Rutte mengumumkan, lockdown itu akan berlangsung hingga 14 Januari, sementara warga Belanda harus mematuhi batasan ketat jumlah tamu yang diizinkan berkunjung ke rumah mereka.
Dax van Eijkeren, warga Belanda, mengatakan, “Ya, (saya) agak (terkejut dengan lockdown terbaru). Khususnya karena betapa cepatnya lockdown ini kembali diberlakukan. Saya pikir kita sudah bisa mengendalikan situasi (pandemi).”
Sementara Wil Lock, warga Belanda lainnya, mengatakan, “(Saya pikir) tidak akan secepat ini. Saya pribadi mengira jika jumlah kasus varian itu mulai naik, maka akan berlaku lockdown yang lebih ketat, tapi bukan sekarang. Meski demikian, saya juga paham tenaga kesehatan tidak bisa beristirahat sama sekali, jadi saya maklum.”
Di Inggris, pemerintah setempat pada Selasa (21/12) meluncurkan paket bantuan senilai £1 Miliar (Rp18,9 Triliun) untuk bisnis yang terimbas COVID-19, karena ketidakhadiran pegawai akibat peningkatan kasus infeksi menjelang Natal.
Menteri Keuangan Inggris Rishi Sunak mengatakan, sekitar 200 ribu perusahaan akan memenuhi syarat untuk menerima sekali dana hibah sebagai ganti rugi pada apa yang biasanya menjadi periode tersibuk dalam setahun.
Pub dan restoran mengalami kerugian akibat pembatalan berbagai pesta Natal dan pemesanan akibat perebakan omicron – menyebabkan anjloknya perdagangan bulan Desember hingga 60 persen.
Your browser doesn’t support HTML5
Presiden AS Joe Biden juga menjabarkan strateginya menangani perebakan omicron pada Selasa (21/12), termasuk perluasan lokasi tes COVID-19 di seantero Amerika, pendistribusian setengah miliar alat tes rumahan, dan penerjunan tenaga kesehatan militer untuk membantu berbagai rumah sakit yang kewalahan menangani arus masuk pasien COVID-19. [rd/jm]