Koordinator Program Nasional Solidaritas Perempuan Nisaa Yura mengatakan aksi ini juga dilakukan untuk mengajak masyarakat luas untuk lebih peduli pada isu-isu perempuan. Persoalan perempuan ini kata Nisaa sangat banyak dan ada di berbagai sektor.
Aksi ini juga merupakan salah satu bentuk solidaritas dengan perempuan di seluruh dunia. Warga negara Indonesia lanjutnya harus menunjukkan solidaritas dan keberpihakan pada gerakan perlawanan atas pelanggaran yang terjadi baik terkait isu fasisme, intoleransi, diskriminasi berbasis SARA dan sentimen atau opini publik yang anti imigran.
"Ini bukan hanya isu teman-teman organisasi tetapi isu kita bersama bahkan bukan hanya isu perempuan tetapi isu setiap manusia di muka bumi untuk sama-sama mendorong dunia yang lebih adil untuk perempuan. Sehingga yang kita harapkan pada 4 Maret ini bisa merangkul banyak publik sebenarnya untuk bisa terlibat karena ini persoalan perempuan. Sudah saatnya perempuan berkonsolidasi, kita bergerak bersama untuk dunia yang lebih adil untuk perempuan," ujar Nisaa.
Di Indonesia, aksi 4 maret ini membawa sejumlah permasalah yang terjadi terhadap perempuan Indonesia diantaranya soal kekerasan terhadap perempuan, pendidikan perempuan,perlindungan terhadap buruh migran perempuan dan perkawinan anak.
Data Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan( Komnas Perempuan) menyatakan pada tahun 2016 telah terjadi 321.752 kasus di ranah personal diantaranya 1657 kasus perkosaan, 1064 pencabulan dan 268 kasus pelecehan.
Bukan hanya itu, Badan Pusat Statistik(BPS) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak, tahun lalu mencatat bahwa 2,27 juta perempuan mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Kekerasan dan diskriminasi juga kerap terjadi pada kelompok LGBT (lesbi, Gay, Biseks dan Transgender).
Selain itu, Deputi Program KAPAL Perempuan menyebutkan bahwa hanya 60 persen perempuan yang berpendidikan. 80 persen buruh migran adalah perempuan dan bekerja di sektor domestik.
Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia Dian Kartikasari menjelaskan perkawinan anak perempuan di bawah umur di Indonesia juga menjadi permasalah yang sangat serius, Sekarang ini lanjutnya terdapat 750.000 anak perempuan menjadi korban perkawinan anak. 11% di antaranya berusia 11-15 tahun.
"750 ribu anak perempuan dinikahkan . Saya kira ini harus menjadi perhatian kita karena dapat membuat kondisi buruk bagi anak-anak perempuan," tutur Dian.
Naila Rizki Zakiah, Pengacara Publik LBH Masyarakat mengatakan banyak peraturan yang diskriminasi terhadap perempuan.
Your browser doesn’t support HTML5
Komnas Perempuan mencatat ada 421 kebijakan daerah yang dinilai diskriminatif terhadap perempuan di seluruh Indonesia. Misalnya: beberapa Qanun di Aceh, Perda jam malam di Padang, dan Perda yang mengkriminalisasi pekerja seks dan homoseksual di Palembang.
LBH Masyarakat tambah Naila menemukan fakta bahwa setidaknya 34 perempuan dihukum cambuk di Aceh karena dituduh melakukan khalwat, ikhtilat, dan zina. Menurutnya tiga tindakan itu ingin diadopsi sebagai tindak pidana dalam peraturan nasional oleh kelompok intoleran. Di lain sisi, cambuk sendiri juga merupakan bentuk penyiksaan dan penghukuman yang tidak manusiawi.
"Masih banyak sekali peraturan-peraturan yang sangat diskriminatif terhadap perempuan terutama di Perda. Perda-perda diskriminatif itu dapat kita jumpai di Sumatera Barat misalnya dan Aceh yang sangat melimitasi hak-hak perempuan," ungkap Naila.
Untuk itu kata Naila, aksi ini mendesak agar pemerintah memperhatikan dan menyelesaikan persoalan-persoalan yang terjadi terhadap perempuan. [fw/em]