YLBHI Kritik Wacana Pemidanaan Bagi Warga yang Tolak Vaksinasi Covid-19

Seorang petugas medis memperlihatkan kartu vaksinasi setelah mendapatkan suntikan vaksin Covid-19 di sebuah puskesmas di Jakarta, Kamis, 14 Januari 2020. (Foto: Tatan Syuflana/AP)

Pemerintah didorong melakukan cara-cara yang lebih persuasif terhadap warga yang menolak divaksin corona daripada mempidanakan mereka.

Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mengkritik usulan pemidanaan bagi warga yang menolak vaksinasi Covid-19, yang dikemukakan oleh Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Hiariej.

Menurut Asfin, Pasal 93 Undang-undang Kekarantinaan Kesehatan yang dikutip wakil menteri hanya memperbolehkan pidana apabila tindakan seseorang menimbulkan akibat. Selain itu, kata dia, ada warga yang menolak vaksin karena meyakini kualitas vaksin yang buruk. Karena itu, ia menyarankan pemerintah menggunakan cara-cara yang lebih persuasif dalam vaksinasi corona.

Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati. (Foto: Sasmito Madrim/VOA)

"Saya tahu ada juga tenaga kesehatan yang menolak karena dia paham. Jadi pemerintah harus membuka diri bahwa orang menolak bukan karena dia tidak mengerti. Jangan-jangan karena ada yang paham, dia mempertanyakan ‘kenapa saya harus divaksin dengan yang buruk’," jelas Asfinawati kepada VOA, Rabu (13/1/2021) malam.

Adapun Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan berbunyi "Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).”

Asfin juga meminta pemerintah untuk memperbaiki pola komunikasi agar tidak monoton. Sebab, masyarakat di Indonesia sangat beragam mulai dari pedesaan hingga perkotaan. Karena itu, komunikasi vaksinasi Covid-19 tidak dapat hanya dilakukan melalui media massa.

Your browser doesn’t support HTML5

YLBHI Kritik Wacana Pemidanaan Bagi Warga yang Tolak Vaksinasi Covid-19

Senada Ketua Satgas Covid-19 PB IDI Zubairi Djoerban menyarankan pemerintah untuk mengurangi wacana pemidanaan bagi warga yang menolak vaksin. Menurutnya, sebaiknya pemerintah melakukan sosialisasi yang kreatif dan mendidik, daripada menempuh langkah pidana.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Zubairi melalui unggahan dalam akun Twitter resminya, @ProfesorZubairi.

BACA JUGA: Jokowi Perdana Disuntik Vaksin Covid-19 Buatan Sinovac

"Baiknya, narasi-narasi hukuman pidana bagi penolak vaksin dikurangi. Buatlah sosialisasi yang kreatif dan edukatif. Saya rasa, mereka punya niat sama untuk atasi pandemi ini. Ajak diskusi. Jika sosialisasi maksimal, bisa jadi jumlah penolak vaksin akan berkurang. Ikhtiar," tulisnya dalam akun Twitter @ProfesorZubairi, Rabu (13/1/2021).

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Edward Hiariej (Foto: tangkapan layar dari Youtube PB Ikatan Dokter Indonesia)

Sabtu (9/1) lalu, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Edward Hiariej mengatakan ada sanksi pidana bagi warga yang menolak vaksinasi Covid-19. Edward merujuk pada Pasal 93 Undang-undang Kekarantinaan Kesehatan. Namun, pemberian sanksi tersebut merupakan jalan terakhir jika upaya lain sudah tidak efektif.

"Jadi sekali saya tegaskan, jelas ada sanksi terhadap kewajiban untuk vaksin. Tapi sekali lagi sebisa mungkin sanksi tersebut adalah jalan terakhir," jelas Edward dalam diskusi online bertema "Kajian Hukum, Kewajiban Warga Negara mengikuti Vaksinasi" pada Sabtu (9/1/2021).

Edward menambahkan pemerintah akan mengambil cara-cara persuasif sebelum menjatuhkan sanksi pidana. Selain itu, ia mengajak semua pihak untuk melakukan sosialisasi tentang pentingnya vaksinasi corona guna mencegah penularan virus ini, termasuk dari para dokter dan tenaga kesehatan. [sm/ft]