Di depan ribuan pendukungnya, Sabtu 23 Maret 2019 lalu di stadion Kridosono Yogyakarta, Joko Widodo bercerita mengenai perjalanan yang dia tempuh dalam satu hari di lima provinsi berbeda. Pagi dia berangkat dari Bogor, Jawa Barat menuju Halim di Jakarta, terbang ke Lombok, dilanjut ke Bali dan mendarat di Yogya pada tengah malam. “Itulah besarnya Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Jogja adalah miniaturnya Indonesia. Saya dididik dan ditempa di Jogja,” kata Jokowi.
Meski berasal dari Solo, Jokowi menghabiskan masa kuliahnya di Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Tidak mengherankan apabila dalam candaan bersama pendukungnya, Jokowi hafal betul dengan sejumlah tempat populer di kota ini.
Dalam posisi sebagai presiden maupun calon presiden, Yogyakarta menjadi wilayah yang relatif sering dikunjungi Jokowi. Begitu pula dengan Cawapres yang mendampinginya, Ma’ruf Amin yang pekan lalu menghabiskan dua hari penuh di Yogyakarta.
Your browser doesn’t support HTML5
Penantangnya, Prabowo Subianto pun tak kalah rajin. Hari Senin, 8 April 2019 dia berpidato di depan ribuan pendukungnya, juga di Stadion Kridosono. Padahal akhir Februari lalu dia juga menggelar kampanye serupa. Seperti biasa, Prabowo mengisi pidatonya dengan jargon-jargon yang selalu dia sampaikan di mana-mana.
“Saudara-saudara sekalian, kita mengerti masalahnya. Masalahnya adalah kekayaan Indonesia dirampok. Kekayaan Indonesia dicuri,” kata Prabowo.
Cawapres Sandiaga Uno, barangkali adalah yang paling rajin datang ke Yogyakarta. Sandi rajin bertemu dengan komunitas maupun organisasi masyarakat, bisa dua kali dalam sebulan.
Pemilih Kecil Namun Strategis
Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf, Yogyakarta, Bambang Praswanto bercerita kepada VOA, Jokowi memberi perhatian khusus pada daerah ini. Meskipun hanya memiliki2,7 juta suara, hanya sepuluh persen suara di Jawa Tengah, kemenangan di Yogya merepresentasikan dukungan secara nasional. Hal ini tidak terlepas dari komposisi pemilih DIY yang sangat beragam, sebagai wilayah yang memiliki penduduk dari Sabang hingga Merauke.
“Posisi Yogyakarta penting. Penting bukan dalam artian perolehan suara. Tetapi penting sebagai bandul politik. Sebagai imbangan politik. Kalau menang di Yogyakarta, walaupun dari segi jumlah suara kecil, itu mencerminkan kemenangan di daerah lain, semacam itu,” ujar Bambang.
Bambang mengaku Jokowi pernah meminta secara khusus soal perolehan suara. Minimal 70 persen harus bisa diraup. Angka itu, dibanding beban yang harus ditanggung TKN provinsi lain, sebenarnya kecil. Namun Bambang dan seluruh tim mengaku, pekerjaan mereka sama beratnya dengan tim pemenangan wilayah lain.
Jokowi meraih 55,86 persen pada Pilpres 2014. Menurut Bambang, menurut survei internal yang mereka lakukan bulan lalu, setidaknya Jokowi kali ini sudah meraih 62 persen. Karena itu, dengan upaya pendekatan sekuat tenaga hingga sisa waktu Pemilu, angka 70 persen adalah target rasional.
“Dari survei kita, masih ada pemilih abu-abu sekitar 15 persen. Jika itu dibagi dua saja, kita jelas dapat 70 persen. Target kita, bagaimana kelompok yang ragu-ragu ini untuk datang dan memilih Pak Jokowi-Ma’ruf,” tambah Bambang.
Utak-Atik Dukungan Sultan
Sebagai daerah istimewa yang dipimpin seorang raja, posisi Sultan Hamengkubuwono X cukup diperhitungkan dalam perebutan suara calon presiden. Baik Jokowi maupun Prabowo pernah melakukan pertemuan khusus dengan Sultan.
Bambang Praswanto meyakini dukungan Sultan kepada Jokowi. Keduanya sudah lama berkawan dan sama-sama lulusan UGM serta aktif di organisasi alumni, Kagama. Salah satu menantu Sultan juga menjadi anggota legislatif di Yogyakarya dari PDI P.
Pada 23 Maret lalu, Jokowi bahkan datang ditemani oleh Ketua Umum PDI P, Megawati Sukarnoputri. Jokowi diterima Sultan di kediaman resminya sebagai raja, Keraton Kilen. Pertemuan tertutup itu menurut Sultan hanya berisi perbincangan pribadi. “Tidak ada hal-hal yang menyangkut urusan negara,” kata Sultan pada media di Yogyakarta.
Prabowo pun bertemu dengan Sultan pada Senin, 8 April 2019 siang di Kantor Gubernur Yogyakarta, kompleks Kepatihan. Pertemuan itu juga digelar secara tertutup.
Soal perbedaan tempat pertemuan inipun jadi bahan perbandingan. Dharma Setiawan, Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi Yogyakarta, menilai pilihan tempat itu terkait dengan dukungan yang diberikan Sultan. Dharma bahkan yakin sepenuhnya, Prabowo akan menjadi presiden pada 2019 ini.
Di masyarakat Jawa, terdapat istilah othak-athik gathuk, atau mengutak-atik dan menghubung-hubungkan beberapa hal atau peristiwa yang dianggap sebagai simbol. Dalam prinsip ini, kesimpulan yang diambil kadang disesuaikan dengan keinginan pihak terkait. Karena itu, soal ditemui di rumah atau di kantor inipun dijadikan dasar mengambil kesimpulan kemana arah dukungan Sultan.
BPN sendiri menetapkan target perolehan suara setidaknya 55 persen dalam Pilpres 2019 ini. Menurut survei internal mereka, di Yogyakarta saat ini mereka sudah unggul tipis. “Survei kita yang terakhir, kita sudah seimbang, secara nasional dan di DIY kita lebih unggul sedikit. Lima puluh koma sekian dan empat sembilan koma sekian,” ujar Dharma.
Prabowo, diakui Dharma memberikan pesan khusus kepada BPN Yogyakarta. Dia bercerita, dalam pertemuan ketika pelantikan tim, Prabowo menegaskan bahwa Yogyakarta adalah barometer Indonesia. Kemenangan di provinsi ini, adalah kemenangan di Indonesia, kata Dharma menirukan pesan Prabowo. [ns/ab]