Rusia berjanji untuk melaksanakan gencatan senjata hari Kamis di Mariupol, Ukraina, di mana pasukannya telah menguasai kota itu kecuali kompleks pabrik baja Azovstal. Di kompleks tersebut, pasukan Ukraina telah berlindung bersama dengan warga sipil yang oleh PBB sedang diupayakan untuk dievakuasi.
Rusia menyatakan gencatan senjata siang hari itu akan berlanjut pada hari Jumat dan Sabtu untuk memfasilitasi lebih banyak evakuasi dari kompleks Azovstal.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, dalam pidato Kamis pagi, mengatakan, gencatan senjata lebih lama diperlukan untuk mengevakuasi warga sipil yang tersisa di Mariupol.
“Akan perlu waktu hanya untuk mengangkut orang keluar dari ruang-ruang bawah tanah itu, keluar dari tempat-tempat perlindungan bawah tanah itu. Dalam kondisi sekarang ini, kami tidak dapat menggunakan alat berat untuk membersihkan puing-puing. Semuanya harus dilakukan dengan tangan,” ujarnya.
Di Washington, juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price menyatakan keraguannya mengenai komitmen Rusia terhadap gencatan senjata.
“Apa yang telah kami lihat secara konsisten, dan kami lihat bahkan dalam beberapa hari ini, adalah kecenderungan dari pihak Federasi Rusia untuk menerapkan apa yang disebut jeda kemanusiaan untuk bersembunyi dengan kedok sebagai pelaku yang memiliki keprihatinan kemanusiaan hanya untuk memulai kembali pengeboman dan kekerasan dengan cepat dan segera, termasuk terhadap warga wipil yang terperangkap di daerah-daerah yang terkepung, termasuk di Mariupol.”
PBB Rabu menyatakan bahwa lebih dari 300 warga sipil yang dievakuasi dari Mariupol, Manhush, Berdiansk, Tokmak dan Vasylivka menerima bantuan kemanusiaan di Zaporizhzhia.
“Meskipun evakuasi kedua warga sipil ini dari daerah-daerah di Mariupol dan sekitarnya signifikan, masih banyak lagi yang harus dilakukan untuk memastikan semua warga sipil yang terperangkap dalam pertempuran dapat pergi, ke arah yang mereka harapkan,” kata Osnat Lubrani, koordinator kemanusiaan PBB untuk Ukraina.
Latihan Belarus
Presiden Belarus Alexander Lukashenko mengatakan kepada Associated Press bahwa ia tidak berpikir aksi militer Rusia di Ukraina akan “berlarut-larut seperti ini,” sementara ia menuduh Ukraina “memprovokasi Rusia “dan bersikap tidak tertarik melakukan pembicaraan perdamaian. Pasukan Rusia menggunakan Belarus sebagai tempat persiapan menjelang invasi mereka pada 24 Februari, beroperasi dengan dalih latihan militer sewaktu Presiden Vladimir Putin membantah ia akan menyerang Ukraina.
Belarus melancarkan latihan militernya sendiri pekan ini, tetapi Lukashenko menyatakan latihan itu tidak menimbulkan ancaman.
BACA JUGA: Setelah Invasi Rusia ke Ukraina, Negara-Negara Baltik Desak Kehadiran Permanen NATO“Kami tidak mengancam siapapun, dan kami tidak akan mengancam dan tidak akan melakukan itu,” kata Lukashenko kepada AP. “Tambahan pula, kami tidak dapat mengancam – kami tahu siapa yang menentang kami, jadi untuk melancarkan semacam konflik, semacam perang di sini di Barat sama sekali bukanlah kepentingan negara Belarus. Jadi, Barat dapat tidur dengan tenang.”
Kementerian Pertahanan Inggris pada Kamis mengatakan bahwa dengan latihan yang sedang berlangsung, Rusia kemungkinan besar akan “menambah ancaman terhadap Ukraina” oleh Belarus, agar lebih banyak pasukan Ukraina tetap berada di bagian utara negara itu dan tidak dikerahkan ke Ukraina Timur. [uh/ab]