Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menjadi salah satu pemimpin yang paling ditunggu pidatonya pada hari kedua sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York pada Rabu (25/9).
Dalam pidatonya, Zelenskyy menyoroti ketakutan yang membayangi rakyatnya akan potensi terjadinya bencana nuklir ketika mereka gigih mempertahankan diri dari invasi Rusia.
“Pada malam 4 Maret 2022, saya menerima salah satu laporan paling menakutkan sejak dimulainya invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina. Laporan itu tentang tank-tank Rusia yang menembaki langsung pembangkit listrik tenaga nuklir Zaporizhzhia di Ukraina, yang terbesar di Eropa, yang memiliki enam reaktor nuklir," ujar Zelenskyy membuka pidatonya di hadapan 190an kepala negara dan pemerintahan di markas besar PBB di New York.
"Tentara Rusia menyerbu fasilitas ini dengan brutal, sebagaimana yang mereka lakukan selama perang ini, tanpa memikirkan konsekuensinya, yaitu terjadinya bencana," imbuhnya.
Zelenskyy mengatakan “peristiwa itu adalah salah satu momen paling mengerikan dalam perang ketika tidak ada yang tahu kapan dan bagaimana serangan Rusia terhadap fasilitas nuklir akan berakhir. Semua orang di Ukraina teringat akan apa yang terjadi di Chernobyl.”
Dengan suara lirih pemimpin berusia 46 tahun itu menambahkan, “Ironisnya, sekarang PLTN Zaporizhzhia telah diduduki oleh pasukan Rusia, dan ada risiko insiden nuklir."
Rasa ketakutan rakyat yang terus menerus membuatnya menolak usul untuk kembali melangsungkan pembicaraan dengan Rusia – sebagaimana yang diusulkan China dan Brazil – dan menyatakan bahwa negaranya “tidak akan pernah menerima kesepakatan yang dipaksakan untuk mengakhiri invasi Rusia selama 31 bulan ini.”
Sebaliknya, Zelenskyy menyerukan adopsi proposal untuk memulihkan batas-batas wilayah Rusia dan Ukraina, yang diakui secara internasional sebelum Rusia secara sepihak mengambil alih Semenanjung Krimea pada 2014 dan kemudian menginvasi Ukraina pada 1 Februari 2022. Rusia kini telah menguasai sekitar seperlima wilayah Ukraina.
Presiden Prancis Emmanuel Macron, Perdana Menteri Spanyol Pedro Sánchez, Presiden Chili Gabriel Boric dan Presiden Kepulauan Marshal President Hilda Heine adalah beberapa pemimpin lain yang bicara pada Rabu. [th/em]