Ketua Komisi Penanggulangan HIV/AIDS (KPA) Jawa Tengah, Rustriningsih, mengatakan provinsi Jawa Tengah telah menjadi daerah pandemi HIV/AIDS, dengan posisi naik dua peringkat dalam daftar provinsi dengan kasus HIV/AIDS terbanyak.
Rustriningsih, yang juga wakil gubernur Jawa Tengah, menyatakan bahwa provinsi tersebut sekarang berada di peringkat empat, naik dari peringkat enam tahun sebelumnya. Padahal pemerintah provinsi telah memberlakukan peraturan daerah tentang penanggulangan HIV/AIDS sejak 2009.
“Penyebaran dan perkembangan HIV/AIDS di Jawa Tengah sudah sangat memprihatinkan. Sejak 1993 hingga Maret 2012, tercatat hampir 5.000 kasus HIV/AIDS dan mayoritas terjadi pada usia produktif,” ujar Rustriningsih di Balaikota Solo Kamis (28/6), dalam pertemuan dengan sekitar 300 orang perwakilan pengurus dan relawan organisasi penanggulangan HIV/AIDS di 35 daerah di Jawa Tengah.
Lebih mengkhawatirkan lagi, menurut Rustriningsih, ibu rumah tangga menempati urutan ke-2 untuk kategori jenis pekerjaan orang dengan HIV/AIDS, yaitu sebanyak 394 kasus (18.3 persen). Peringkat pertama adalah wiraswasta dengan 439 kasus.
Hal ini menunjukkan bahwa HIV sudah menyebar pada kelompok masyarakat yang tadinya dianggap bukan kelompok risiko tinggi. Pada tingkat nasional, kasus HIV/AIDS di kalangan ibu rumah tangga menduduki peringkat tertinggi sebanyak 622 kasus pada 2011, diikuti dengan wiraswasta dengan 544 kasus.
“Jumlahnya cukup tinggi. Ini yang menjadi catatan penting dan dicari solusinya permasalahannya,” tegas Rustriningsih.
Ketua KPA Solo, Hadi Rudyatmo, mengatakan jumlah kasus HIV/AIDS di Solo juga terus merangkak naik. Solo menempati urutan pertama untuk daerah dengan kasus HIV/AIDS di Jawa Tengah terbanyak. Sementara itu, ujar Hadi, pencairan anggaran penanggulangan HIV/AIDS di kota itu terhambat akibat birokrasi yang berbelit.
“Ya kita tetap lakukan sosialisasi penanggulangan HIV/AIDS. Kita bentuk kelompok warga peduli HIV/AIDS di masyarakat. Nah, dana untuk operasional itu kita patungan atau bayar rame-rame dulu pakai uang pribadi masing-masing,” tambahnya.
Rustriningsih, yang juga wakil gubernur Jawa Tengah, menyatakan bahwa provinsi tersebut sekarang berada di peringkat empat, naik dari peringkat enam tahun sebelumnya. Padahal pemerintah provinsi telah memberlakukan peraturan daerah tentang penanggulangan HIV/AIDS sejak 2009.
“Penyebaran dan perkembangan HIV/AIDS di Jawa Tengah sudah sangat memprihatinkan. Sejak 1993 hingga Maret 2012, tercatat hampir 5.000 kasus HIV/AIDS dan mayoritas terjadi pada usia produktif,” ujar Rustriningsih di Balaikota Solo Kamis (28/6), dalam pertemuan dengan sekitar 300 orang perwakilan pengurus dan relawan organisasi penanggulangan HIV/AIDS di 35 daerah di Jawa Tengah.
Lebih mengkhawatirkan lagi, menurut Rustriningsih, ibu rumah tangga menempati urutan ke-2 untuk kategori jenis pekerjaan orang dengan HIV/AIDS, yaitu sebanyak 394 kasus (18.3 persen). Peringkat pertama adalah wiraswasta dengan 439 kasus.
Hal ini menunjukkan bahwa HIV sudah menyebar pada kelompok masyarakat yang tadinya dianggap bukan kelompok risiko tinggi. Pada tingkat nasional, kasus HIV/AIDS di kalangan ibu rumah tangga menduduki peringkat tertinggi sebanyak 622 kasus pada 2011, diikuti dengan wiraswasta dengan 544 kasus.
“Jumlahnya cukup tinggi. Ini yang menjadi catatan penting dan dicari solusinya permasalahannya,” tegas Rustriningsih.
Ketua KPA Solo, Hadi Rudyatmo, mengatakan jumlah kasus HIV/AIDS di Solo juga terus merangkak naik. Solo menempati urutan pertama untuk daerah dengan kasus HIV/AIDS di Jawa Tengah terbanyak. Sementara itu, ujar Hadi, pencairan anggaran penanggulangan HIV/AIDS di kota itu terhambat akibat birokrasi yang berbelit.
“Ya kita tetap lakukan sosialisasi penanggulangan HIV/AIDS. Kita bentuk kelompok warga peduli HIV/AIDS di masyarakat. Nah, dana untuk operasional itu kita patungan atau bayar rame-rame dulu pakai uang pribadi masing-masing,” tambahnya.