JAKARTA —
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror Polri telah melakukan pelanggaran HAM karena menyiksa terduga teroris seperti yang terekam dalam video yang saat ini ada di situs Youtube.
Setelah melakukan pemantauan dan penyelidikan melalui wawancara dengan para saksi dan meninjau langsung ke lapangan, Komnas HAM memastikan bahwa video kekerasan Densus 88 terhadap terduga teroris di Poso yang beredar luas di Internet adalah asli.
Ketua Tim Pemantauan dan Penyelidikan Penanganan Tindak Pidana Terorisme Komnas HAM Siane Indriani kepada wartawan di kantornya, Senin (18/3) menjelaskan kekerasan tersebut terjadi pada tanggal 22 Januari 2007 di Tanah Runtuh, Keluarahan Gebang Rejo, Kecamatan Poso Kota, Kabupaten Poso.
Siane membantah anggapan dari banyak pihak bahwa video tersebut adalah hasil rekayasa. Dia memastikan bahwa tidak ada rekayasa dalam video itu.
Menurut Siane, Densus 88 telah melakukan beberapa pelanggaran HAM dalam kasus tersebut seperti pelanggaran hak atas hidup dan hak atas aman.
Komnas HAM belum dapat memastikan apakah tindakan tersebut termasuk pelanggaran HAM berat atau bukan. Meski demikian, Komnas HAM mendesak Kapolri mempertanggung jawabkan kasus ini dan memproses hukum para pelaku yang terlibat dalam penyiksaan itu, ujar Siane.
“Kita pastikan tidak ada rekayasa dalam video itu. Dan dari sisi teknis itu kelihatan sekali bahwa dari awal sampai akhir, kualitas gambarnya sama. Ada mungkin penggalan tetapi penggalan itu bukan berarti itu lokasi yang beda, itu lokasi yang sama. Ada penggalan-penggalan ketika eksekusi dilakukan tetapi mungkin ada sedikit di hold atau pause tidak ada penggalan yang mencerminkan dari lokasi lain, seperti yang diungkapkan beberapa pihak,” ujarnya.
Sebelumnya, pihak kepolisian mengatakan bahwa video yang tersebar di publik tersebut berasal dari dua peristiwa yang berbeda.
“Itu tidak murni satu kejadian. Jadi kejadian di Poso, video pasca kejadian 4 anggota ditembak digabung dengan video kejadian 2007 pada saat penangkapan terhadap Wiwin,” ujar Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Komisaris Jenderal Sutarman.
Meski demikian, lanjut Sutarman, pihaknya sudah melakukan proses penegakan hukum terhadap anggota mereka yang terbukti bersalah dalam kasus penyiksaan tersebut. Hingga pekan lalu setidaknya ada lima anggota polisi yang telah ditangkap untuk kasus ini, ujarnya.
Ketua Komnas HAM Siti Nurlaila meminta adanya lembaga independen yang mengawasi kerja satuan anti teror Densus 88 karena selama ini ada indikasi tidak ada supervisi maupun evaluasi terhadap kinerja Densus 88, sehingga ada kesan tidak terkontrol.
Komnas HAM tidak mau menanggapi wacana soal pembubaran Densus 88, karena menurut Nurlaila, lembaganya setuju teroris harus ditindak, tetapi tindakan yang semena-mena tidak boleh dilakukan.
Menurutnya, tindakan menembak mati terhadap terduga teroris sebaiknya dihindari kecuali dalam kondisi benar-benar terpaksa dan harus bisa dibuktikan secara transparan dan dipertanggung jawabkan secara hukum.
“Kalau tidak ada pengawas maka potensi menjadi pelaku pelanggar HAM itu akan sangat besar. Jadi pengawasan dalam konteks untuk melakukan kontrol-kontrol, pola kerja yang dilakukan dalam pemberantasan terorisme. Karena kalau kita lihat proses-proses kerja pihak kepolisian dalam memberantas terorisme, itu sangat tertutup sekali sehingga peristiwa-peristiwa yang terjadi semacam itu sangat mungkin terjadi kedepannya, sebenarnya itu yang tidak kita inginkan,” ujar Nurlaila.
Video penganiayaan yang dilakukan Densus yang beredar di internet berdurasi lebih dari 13 menit
Pada menit awal, terlihat warga dengan tangan terikat berbaring di tengah tanah lapang sambil bertelanjang dada. Menit berikutnya, terlihat seorang warga dengan tangan terborgol berjalan menuju tanah lapang seorang diri.
Terdengar suara teriakan petugas kepada orang tersebut agar membuka celana. Sambil berjongkok dia membuka celana. Gambar berikutnya, orang tersebut sudah berdiri sambil berjalan, namun tiba-tiba tersungkur. Dia terkena tembakan di dada tembus ke punggung. Meski sudah tertembak, dia dipaksa berjalan ke tanah lapang dan diinterogasi.
Setelah melakukan pemantauan dan penyelidikan melalui wawancara dengan para saksi dan meninjau langsung ke lapangan, Komnas HAM memastikan bahwa video kekerasan Densus 88 terhadap terduga teroris di Poso yang beredar luas di Internet adalah asli.
Ketua Tim Pemantauan dan Penyelidikan Penanganan Tindak Pidana Terorisme Komnas HAM Siane Indriani kepada wartawan di kantornya, Senin (18/3) menjelaskan kekerasan tersebut terjadi pada tanggal 22 Januari 2007 di Tanah Runtuh, Keluarahan Gebang Rejo, Kecamatan Poso Kota, Kabupaten Poso.
Siane membantah anggapan dari banyak pihak bahwa video tersebut adalah hasil rekayasa. Dia memastikan bahwa tidak ada rekayasa dalam video itu.
Menurut Siane, Densus 88 telah melakukan beberapa pelanggaran HAM dalam kasus tersebut seperti pelanggaran hak atas hidup dan hak atas aman.
Komnas HAM belum dapat memastikan apakah tindakan tersebut termasuk pelanggaran HAM berat atau bukan. Meski demikian, Komnas HAM mendesak Kapolri mempertanggung jawabkan kasus ini dan memproses hukum para pelaku yang terlibat dalam penyiksaan itu, ujar Siane.
“Kita pastikan tidak ada rekayasa dalam video itu. Dan dari sisi teknis itu kelihatan sekali bahwa dari awal sampai akhir, kualitas gambarnya sama. Ada mungkin penggalan tetapi penggalan itu bukan berarti itu lokasi yang beda, itu lokasi yang sama. Ada penggalan-penggalan ketika eksekusi dilakukan tetapi mungkin ada sedikit di hold atau pause tidak ada penggalan yang mencerminkan dari lokasi lain, seperti yang diungkapkan beberapa pihak,” ujarnya.
Sebelumnya, pihak kepolisian mengatakan bahwa video yang tersebar di publik tersebut berasal dari dua peristiwa yang berbeda.
“Itu tidak murni satu kejadian. Jadi kejadian di Poso, video pasca kejadian 4 anggota ditembak digabung dengan video kejadian 2007 pada saat penangkapan terhadap Wiwin,” ujar Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Komisaris Jenderal Sutarman.
Meski demikian, lanjut Sutarman, pihaknya sudah melakukan proses penegakan hukum terhadap anggota mereka yang terbukti bersalah dalam kasus penyiksaan tersebut. Hingga pekan lalu setidaknya ada lima anggota polisi yang telah ditangkap untuk kasus ini, ujarnya.
Ketua Komnas HAM Siti Nurlaila meminta adanya lembaga independen yang mengawasi kerja satuan anti teror Densus 88 karena selama ini ada indikasi tidak ada supervisi maupun evaluasi terhadap kinerja Densus 88, sehingga ada kesan tidak terkontrol.
Komnas HAM tidak mau menanggapi wacana soal pembubaran Densus 88, karena menurut Nurlaila, lembaganya setuju teroris harus ditindak, tetapi tindakan yang semena-mena tidak boleh dilakukan.
Menurutnya, tindakan menembak mati terhadap terduga teroris sebaiknya dihindari kecuali dalam kondisi benar-benar terpaksa dan harus bisa dibuktikan secara transparan dan dipertanggung jawabkan secara hukum.
“Kalau tidak ada pengawas maka potensi menjadi pelaku pelanggar HAM itu akan sangat besar. Jadi pengawasan dalam konteks untuk melakukan kontrol-kontrol, pola kerja yang dilakukan dalam pemberantasan terorisme. Karena kalau kita lihat proses-proses kerja pihak kepolisian dalam memberantas terorisme, itu sangat tertutup sekali sehingga peristiwa-peristiwa yang terjadi semacam itu sangat mungkin terjadi kedepannya, sebenarnya itu yang tidak kita inginkan,” ujar Nurlaila.
Video penganiayaan yang dilakukan Densus yang beredar di internet berdurasi lebih dari 13 menit
Pada menit awal, terlihat warga dengan tangan terikat berbaring di tengah tanah lapang sambil bertelanjang dada. Menit berikutnya, terlihat seorang warga dengan tangan terborgol berjalan menuju tanah lapang seorang diri.
Terdengar suara teriakan petugas kepada orang tersebut agar membuka celana. Sambil berjongkok dia membuka celana. Gambar berikutnya, orang tersebut sudah berdiri sambil berjalan, namun tiba-tiba tersungkur. Dia terkena tembakan di dada tembus ke punggung. Meski sudah tertembak, dia dipaksa berjalan ke tanah lapang dan diinterogasi.