Mahkamah Konstitusi menolak permohonan yang diajukan sekelompok masyarakat untuk mempidanakan pelaku hubungan seks di luar pernikahan, Reuters melaporkan, Kamis (14/12).
Lima dari sembilan hakim memutuskan untuk menolak permohonan tersebut.
Ketua Hakim Mahkamah Konstitusi, Arief Hidayat, mengatakan peraturan perundangan saat ini yang mengatur mengenai perzinahan tidak bertentangan dengan konstitusi dan bukan wewenang mahkamah untuk membuat kebijakan baru.
Hakim mengatakan usulan tersebut bisa diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang saat ini sedang merevisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
“Penggugat seharusnya memasukan permohonan mereka ke para pembuat undang-undang dan harus ada masukan penting untuk revisi KUHP yang masih terus berlangsung,” kata Hidayat, pada saat membacakan ringkasan putusan setebal 600 halaman.
Aktivis hak-hak asasi manusia, yang khawatir permohonan ini akan memunculkan penertiban moral dan diskriminasi komunitas gay, menyambut lega keputusan ini, walaupun memperkirakan masih akan ada tantangan ke depan.
“Keputusan ini melegakan karena menunjukan bahwa menantang paham konservatisme di masyarakat, itu memungkinkan” kata Dede Oetomo, aktivis kelompok gay.
“Tapi ini belum selesai. Ada parlemen, ada institusi pemerintah lainnya. Mereka juga bisa berpaling ke organsasi pendidikan, sosial,” kata Dede menambakan.
Aliansi Cinta Keluarga (AILA), kelompok yang beranggotakan aktivis dan akademisi, yang mengajukan permohonan uji materi, mengatakan tidak akan menyerah.
“Selain cara-cara hukum, kami juga akan masuk melalui kebijakan dan program pemerintah agar penyimpangan seksual bisa diminimalkan dan itu adalah agenda bagi kami semua,” kata Euis Sunarti, anggota AILA mengatakan kepada wartawan seusai sidang.
AILA dalam permohonan uji materi meminta agar pengertian perzinahan diterapkan tidak hanya untuk pasangan yang sudah menikah, tapi juga untuk siapa saja yang berada dalam ikatan pernikahan atau di luar pernikahan. Permohonan ini secara efektif membuat semua hubungan seksual di luar pernikahan adalah tindakan pidana.
AILA mengatakan dalam permohonannya bahwa beberapa pasal dalam KUHP “mengancam ketahanan keluarga dan Indonesia.” [fw/au]