Wakil Presiden Amerika Mike Pence berada di Singapura untuk menghadiri KTT regional, di mana ia akan menyoroti komitmen pemerintahan presiden Amerika Donald Trump untuk membuat kawasan Indo-Pasifik bebas dan terbuka.
Sebagaimana dilaporkan koresponden VOA untuk Gedung Putih, Patsy Widakuswara dari Singapura, para pemimpin mengamati dengan cermat tawaran konkret yang kemungkinan diajukan Pence untuk menghadapi pengaruh China yang kian besar di kawasan itu.
Semua mata tertuju pada Wakil Presiden Amerika Mike Pence sewaktu ia tiba di Singapura untuk mengikuti KTT Amerika Serikat, ASEAN dan Asia Timur.
Pence terbang dari Tokyo, persinggahan pertamanya dalam lawatan sepekan di mana ia menyoroti komitmen Amerika terhadap kawasan ini.
"Aliansi Jepang-Amerika Serikat secara historis merupakan landasan perdamaian dan kemakmuran di kawasan Indo-Pasifik. Karena itu, sewaktu presiden mengarahkan saya untuk mewakilinya pada konferensi ASEAN dan APEC, kami tahu bahwa berkunjung ke Jepang lebih dulu merupakan langkah yang tepat.”
Negara-negara berkembang di Asia Tenggara sangat membutuhkan investasi infrastruktur, dan mereka sangat ingin mengetahui apa yang akan ditawarkan Pence.
Angela Mancini adalah direktur lembaga konsultan Control Risks wilayah Asia Tenggara. Ia mengemukakan, “Telah ada prakarsa Amerika-Jepang-Australia mengenai infrastruktur, juga telah ada prakarsa infrastruktur Amerika-Jepang-India, tetapi tidak banyak uang yang mengucur ke kawasan ini. Apa yang datang ke kawasan ini jelas adalah kegiatan BRI dari China.”
BRI, Belt and Road Initiative atau Prakarsa Sabuk dan Jalan, adalah strategi investasi China yang bernilai triliunan dolar yang telah membiayai banyak proyek infrastruktur di kawasan.
Sementara itu, Daniel Runde, pakar pembangunan dari lembaga kajian Center of International and Strategic Studies, mengatakan, "Prakarsa Satu Sabuk, Satu Jalan adalah gagasan yang luar biasa. Saya hanya tidak suka fakta bahwa China yang mengajukannya. Ini adalah suatu visi yang menarik. Pada akhirnya, Amerika Serikat perlu mengajukan visinya sendiri yang menarik, tawarannya yang besar.”
Tawaran besar, yang diperkirakan akan disoroti Pence di Singapura adalah suatu badan bernilai 60 miliar dolar untuk memfasilitasi investasi swasta bagi berbagai proyek di negara-negara berkembang.
Wakil presiden Amerika itu akan berusaha meyakinkan negara-negara di kawasan bahwa ini adalah alternatif yang lebih baik daripada BRI, yang ia kritik karena menawarkan pinjaman yang dapat membuat negara-negara terjerat utang yang dalam.
Lim Tai Wei, peneliti senior di East Asian Institute, National University of Singapore, mengemukakan, "China relatif baru untuk proyek-proyek investasi dan infrastruktur serta kerjasama dengan negara-negara lain. Jadi kita bisa lihat ada kesulitan yang kian besar.”
Sri Lanka, Maladewa dan Malaysia adalah sebagian di antara negara-negara yang merasakan efek kesulitan tersebut dan mempertimbangkan kembali pinjaman dari China.
Beijing membantah tuduhan mengenai diplomasi perangkap utang, seraya menyatakan dana pinjaman yang siap tersedia membantu negara-negara yang sangat membutuhkan infrastruktur.
Agar berhasil, Amerika Serikat harus menunjukkan bahwa alternatif investasinya akan siap pada waktu diperlukan, kata para analis.
Angela Mancini dari Control Risks menambahkan, "Banyak di antara negara-negara ini yang ingin bertindak secepat mungkin dan masih perlu dilihat seberapa cepat Amerika dapat benar-benar bangkit dan mengoperasionalkan sebagian investasi itu.”
Negara-negara itu juga akan mengawasi apa yang akan diisyaratkan Pence dalam hal perdagangan, termasuk perang tarif Amerika-China, keprihatinan besar lainnya bagi kawasan yang ingin menghindari keharusan memilih di antara dua negara besar itu.
Dari Singapura Wakil Presiden Pence akan menuju Papua Nugini, di mana ia akan membeberkan strategi pemerintahan Trump yakni Indo-Pasifik yang Bebas dan Terbuka pada KTT Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik. [uh/lt]