Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) mencatat ada 32 kasus pengantin pesanan yang ditanganinya pada periode Januari hingga Juli 2019 di China. Kasus pengantin pesanan kerap terjadi antara perempuan Indonesia dengan pria China melalui agen perjodohan.
Pelaksana harian (Plh) Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kemenlu, Judha Nugraha mengatakan, kasus ini bukanlah persoalan rumah tangga biasa, namun terindikasi sebagai tindak pidana perdagangan orang sebagaimana diatur dalam UU No. 21 Tahun 2007.
"Itu masih berproses. Jadi sudah ada pendampingan dari KBRI Beijing karena sudah ada di shelter. Sekarang sudah kita proses dengan mekanisme hukum setempat," jelas Judha Nugraha saat dihubungi VOA, Sabtu (27/7).
Judha Nugraha menambahkan pemerintah belum dapat memastikan kepulangan 18 WNI yang saat ini ada di KBRI. Sebab, kasus ini juga bergantung kepada suami dan agen perempuan WNI. Namun, untuk dua korban anak-anak sudah dipulangkan ke Kalimantan Barat pada 25 Juli 2019 lalu.
Ia menjelaskan kemenlu juga telah berkoordinasi dengan Gubernur dan Kapolda Kalimantan Barat serta Wali Kota Singkawang dan Bupati Sambas untuk memutus mata rantai dan mencegah kasus serupa terulang kembali.
"Upaya pencegahan itu harus dimulai dari daerah. Itu kenapa Menteri Luar Negeri berkunjung langsung ke Kalimantan Barat untuk bisa mendiskusikan dengan pemangku kepentingan di daerah, pencegahan cara-cara yang efektif," tambahnya.
Kerja sama juga dilakukan Pemerintah Indonesia dan Pemerintah China dalam langkah-langkah pencegahan perdagangan orang, termasuk dengan melakukan penilaian terhadap permohonan pernikahan antara WNI dan WN China.
Selain itu, kedua pihak juga berkomitmen untuk memastikan adanya penegakan hukum terhadap agen perjodohan yang terlibat perdagangan orang atau melanggar hukum setempat.
Modus Kasus Pengantin Pesanan di Kalbar
Kepala Bidang Humas Polda Kalimantan Barat Donny Charles Go mengatakan polisi kini sedang menangani tiga kasus tindak pidana perdagangan orang di wilayahnya. Rinciannya, dua ditangani di Polda Kalbar dan satu di Polres Singkawang. Polisi juga telah menetapkan 5 tersangka WNI dalam kasus ini yang memiliki peran berbeda-beda. Antara lain sebagai perekrut, penampung dan agen penyalur.
"Jadi biro jodoh ini ada yang di China dan ada juga yang melakukan kerjasama. Kemudian dari biro-biro jodoh ini punya jaringan masing-masing, ada yang di Pontianak, Singkawang, Jakarta. Nah mereka lah yang diminta mencari korban yang mau dinikahkan," jelas Donny kepada VOA, Sabtu (7/27).
Menurut Donny, para tersangka mengiming-imingi korban dengan hidup yang layak dengan dinikahi pria China yang kaya. Di samping itu, keluarga korban juga dijanjikan akan diberikan uang bulanan oleh sang suami. Namun, sesampai di China, perempuan WNI tersebut baru mengetahui jika suaminya miskin dan sebagian dari mereka juga diminta bekerja mencari uang.
"Sampai korban ini setuju mereka dikasih Rp20 juta per orangnya. Memang tidak dibayar sekaligus, ada yang uang mukanya Rp10 juta setelah bersedia. Setelah persyaratan untuk membuat paspor terpenuhi, sisanya diberikan," tambahnya.[sm/as]