Sekretaris Komisi Fatwa MUI, M Asrorun Ni'am Sholeh mengatakan pemulasaraan jenazah pasien virus corona telah dilakukan sesuai dengan syariat agama dan protokol kesehatan.
Pemulasaraan jenazah yang wafat karena virus corona telah ditetapkan dalam fatwa MUI Nomor 18 Tahun 2020 tentang pedoman pengurusan mayat bagi muslim yang terinfeksi wabah tersebut.
Kata Asrorun, mengenai substansi fatwa tersebut agar bisa dijadikan pedoman bagi umat Islam terhadap orang yang wafat karena virus corona. Fatwa itu, imbuh Asrorun, menjadi panduan agar petugas yang mengurusi jenazah memastikan kepatuhan agama dan keselamatan jiwa.
"Pertama yang perlu dipahami bahwa setiap muslim yang menjadi korban virus corona secara syar'i adalah syahid fil akhirah memiliki kemuliaan dan kehormatan di mata Allah," katanya dalam konferensi di Kantor BNPB Indonesia, Jakarta, Sabtu (4/4).
Asrorun menjelaskan dalam menjalankan pemulasaraan jenazah virus corona, para petugas yang menangani mayat tersebut harus menaati protokol kesehatan dan ketentuan agama.
Beberapa kelonggaran misalnya, papar Asrorun, baju jenazah korban virus corona tidak harus dilepas saat proses memandikan dan jika memungkinkan menggunakan air yang dikucurkan ke seluruh tubuh.
"Tapi jika tidak dimungkinkan, agama memberikan kelonggaran dengan cara ditayamumkan. Tapi jika juga tidak dimungkinkan untuk proses pemandian dan tayamum karena pertimbangan keamanan atau teknis yang lain, maka dimungkinkan atas dasar ad darurah asy syari'ah, kemudian langsung dikafankan," jelasnya.
Lanjut Asrorun, dalam proses pengafanan jenazah virus corona ada ketentuan dengan menutupi seluruh tubuh. Pada saat yang sama juga bisa dilakukan proteksi dengan menggunakan plastik yang tak tembus air. Kemudian dimasukkan ke dalam peti dan proses disinfeksi itu dilakukan secara syariat.
"Setelah itu proses menyalatkan dipastikan tempat yang dilaksanakan untuk kepentingan salat itu suci dan aman dari proses penularan. Dilaksanakan oleh minimal satu orang muslim karena ini soal kewajiban yang bersifat kifayah," ujarnya.
Tak Perlu Khawatir
Mengenai pemakaman jenazah korban virus corona, Asrorun menyebut ada empat bagian dari hak jenazah yang harus ditunaikan oleh setiap Muslim secara perwakilan.
Fatwa tersebut juga memberi panduan dalam proses pemulasaaran dan pengurusan jenazah. Jadi, masyarakaht tidak perlu khawatir karena jenazah virus corona tak menularkan kepada orang yang masih hidup.
Asrorun mengatakan meski kekhawatiran dan kewaspadaan penting, tetapi harus dibarengi dengan pengetahuan yang memadai. Hal itu untuk menghindari jangan sampai kekhawatiran akibat kurangnya pengetahuan membuat jenazah korban virus corona tidak mendapatkan hak pemakaman sesuai agama.
"Kemudian kita berdosa karena tidak menunaikan atas hak jenazah dengan melakukan penolakan pemakaman. Berarti ini dosa dua kali. Dosa pertama tidak menunaikan kewajiban atas jenazah, dan menghalangi pelaksanaan kewajiban terhadap jenazah," ucapnya.
Jangan Tolak Pemakaman Jenazah Penderita Corona
Direktur Rumah Sakit Islam Jakarta Sukapura-Muhammadiyah COVID-19 Command Center, Umi Sjarqiah menuturkan masyarakat tak perlu takut dan jangan menolak jika jenazah yang wafat karena virus corona akan dimakamkan di sekitar wilayahnya. Jenazah yang telah ditangani dengan baik dan aman untuk dikuburkan, karena virus hanya bisa berkembang di sel hidup. Jenazah yang telah dikubur tidak menularkan virus corona.
"Yang harus kita lakukan adalah hindari cairan tubuh jenazah dari mulut, hidung, mata, anus, kemaluan, dan luka di kulit. Disinfeksi pasti sudah dilakukan ke seluruh tubuh jenazah dan harus diingat, kita harus mewaspadai apa yang ada di sekitar jenazah dengan prinsip disinfeksi yang sudah kita ketahui," tutur Umi.
Umi memaparkan lebih lanjut urutan pemulasaraan jenazah penderita virus coron. Pertama, jenagaza dibungkus plastik, kemudian kain kafan dan dibungkus plastik lagi. Jenazah lalu dimasukkan ke dalam kantong jenazah sebelum dimasukkan menggunakan plastik, kemudian
"Perlindungan diri yang benar bagi petugas pengelola jenazah disinfeksi diri dan alat pelindung diri (APD) setelah penanganan. Tidak usah khawatir kalau hal itu sudah dilakukan Insya Allah aman," tambahnya.
Apabila dipandang darurat dan mendesak, imbuh Umi, mayat dapat dimakamkan tanpa dimandikan dan dikafani dalam rangka menghindarkan petugas penyelenggara jenazah dari paparan virus corona. Meminimalkan kontak jenazah dengan lingkungan baik kendaraan atau transportasi yang lain juga perlu dilakukan sebagai bentuk kewaspadaan.
Lalu, jenazah harus segera dikuburkan setidaknya empat jam setelah meninggal. Penyelenggaraan salat jenazah bisa diganti dengan salat ghaib di rumah masing-masing. Adapun takziah dilakukan secara terbatas dengan memperhatikan hal-hal yang terkait dengan penanggulangan virus corona atau secara daring.
Proses itu bertujuan agar para petugas yag terlibat tidak tertular dan keluarga serta kerabat terlindungi.
"Tidak mengontaminasi peralatan rumah, lantai, dan lingkungan. Kegiatan perlindungannya yaitu cuci tangan, kemudian memakai sarung tangan, masker, dan penutup kepala. Lalu, memakai gaun dan sepatu alat pelindung diri," kata Umi.
Masyakat pun diminta jangan khawatir dan tidak panik apalagi sampai melakukan penolakan pemakaman.
"Lakukan perlindungan yang benar. Jangan tolak jenazah pasien yang meninggal virus corona adalah saudara kita dan penghormatan kita harus dilakukan dengan baik," tegas Umi.
Garda Terdepan
Ketua Satuan Gugus Tugas Nahdlatul Ulama (NU) Peduli Covid-19, Muhammad Makky Zamzami mengatakan saat ini masyarakat Indonesia harus menjadi garda terdepan dalam memutus mata rantai penularan virus corona.
"Sedangkan para tenaga medis yang berada di rumah sakit merupakan garda terakhir. Besar harapan kami agar masyarakat saling bahu-membahu bisa sama-sama kita berjuang untuk mengentaskan wabah ini," ucapnya.
Masyakat juga diminta tak lagi menolak pemakaman jenazah yang wafat karena virus corona. Masyarakat seharusnya berempati dan menerima bahwa jenazah ini akan makamkan di kampung terdekat atau tertentu karena mayat itu adalah orang-orang yang mati syahid.
Menurut Makky yang harusnya ditolak adalah masyarakat atau keluarga yang memiliki kerabat terkonfirmasi positif corona, tetapi memaksa membawa pulang ke rumah. Pasalnya, lanjut Mekky, tindakan itu berisiko memicu penularan di keluarga dan masyarakat.
"Perangkat di daerah harus sigap jika ada pasien positif corona dibawa pulang paksa dan dilakukan penatalaksanaan jenazahnya oleh keluarganya," tandas Makky. [aa/em/ft]