Arab Saudi telah memperpanjang jam malam tanpa batas waktu secara nasional terkait virus corona setelah kasus infeksi meningkat dalam beberapa hari terakhir. Di negara berpenduduk sekitar 30 juta itu telah terjadi lebih dari 50 kematian dan lebih dari 4.460 infeksi, termasuk beberapa anggota keluarga kerajaan Saudi.
Para pengamat mengatakan jumlah itu adalah yang tertinggi di antara enam negara di Teluk Arab. Pekan lalu, pertempuran koalisi pimpinan Saudi di negara tetangga Yaman mengumumkan gencatan senjata sepihak di sana. Tidak lama setelah itu, Yaman mengukuhkan adanya kasus pertama virus corona.
Ibukota Saudi, Riyadh, dan kota-kota besar lainnya telah berada di bawah larangan keluar rumah 24 jam sehari untuk membendung penyebaran virus corona. Menteri Kesehatan Saudi telah memperingatkan bahwa mungkin ada 10.000 hingga 200.000 kasus COVID-19 di kerajaan itu dalam beberapa minggu mendatang. Beberapa anggota Kerajaan juga menjadi korban.
Pangeran Faisal bin Bandar bin Abdulaziz Al Saud, gubernur Riyadh yang berusia 70-an, kini berada dalam perawatan intensif karena virus corona, seperti dilaporkan oleh harian New York Times, mengutip dokter dan komunikasi rumah sakit. Raja Salman dan Putra Mahkota Mohammed bin Salman, yang dikenal sebagai MBS, telah mengisolasi diri untuk menghindari wabah itu.
Joseph Bahout, seorang peneliti dari Program Timur Tengah Carnegie, mengatakan kepada VOA bahwa penguasa de facto MBS mungkin akan dihadapkan pada perselisihan akibat kebijakan terkait virus corona yang diterapkan di Kerajaan itu.
“Berita yang sangat menarik adalah tentang keluarga kerajaan yang sekarang terkontaminasi secara langsung. Kita berbicara tentang sekitar 150 pangeran yang sudah berada di rumah sakit dan mereka kini menyiapkan sekitar 500 tempat tidur untuk menampung anggota senior keluarga kerajaan. Ini juga sesuatu yang akan dituntut pertanggung jawaban dari MBS, bersama hal-hal lain. Mereka pada awalnya membanggakan diri bahwa mereka menagnani virus corona dengan sangat baik, bahwa mereka jauh lebih lengkap daripada negara-negara lain, tetapi sekarang kenyataannya kasus corona terus bertambah," ujarnya.
Para pejabat kesehatan di negara itu meyakini banyak pasien kerajaan terinfeksi di luar negeri. Sementara itu, koalisi pimpinan Saudi yang mendukung pemerintah Yaman mengumumkan gencatan senjata sepihak selama dua minggu di Yaman yang mulai berlaku pada 9 April. Yaman telah menderita akibat krisis kemanusiaan.
Analis politik di kawasan Teluk Cinzia Bianco dari Dewan Eropa untuk Hubungan Luar Negeri mengatakan kepada VOA bahwa ada kekhawatiran serius bagi penduduk Yaman yang telah mengalami kekurangan pangan, air bersih, perawatan medis, dan penyakit seperti kolera, terlebih lagi dengan virus corona sekarang.
“Ada kekhawatiran nyata dalam hal ketersediaan sumber daya kesehatan, apakah mungkin memberlakukan aturan jarak sosial. Jadi, saya kira virus akan menyebar dengan cepat dan dalam tiga bulan dari sekarang kita akan melihat puncak penularan di Yaman ke tingkat dimana perebakan ini berdampak pada kelompok politik, milisi dan semua orang yang terlibat dalam perang,” kata Bianco.
Pemberontak Syiah Houthi yang didukung oleh Iran menyebut gencatan senjata Saudi itu sebagai upaya untuk meningkatkan posisi internasionalnya. Mereka menuduh koalisi melakukan beberapa serangan pada hari yang sama ketika gencatan senjata itu diumumkan. PBB memperingatkan bahwa jika virus itu menyebar, dampaknya akan menjadi “malapetaka.” [lt/jm]