AHA Centre Kamis (16/4) menyerahkan 75 unit rumah permanen sebagai bagian dari Kampung ASEAN, kepada pemerintah Kota Palu. AHA Centre adalah singkatan dari The ASEAN Coordinating Center for Humanitarian Assistance on Disaster Management atau Pusat Koordinasi ASEAN Untuk Bantuan Kemanusiaan pada Manajemen Bencana, yang merupakan organisasi antar-pemerintah guna memfasilitasi kerjasama dan koordinasi diantara negara-negara ASEAN dan organisasi internasional untuk memberi tanggapan darurat dan manjemen bencana di kawasan ASEAN. AHA Center ini dibentuk pada 17 November 2011.
Berbicara dalam serah terima virtual itu, Direktur Eksekutif AHA Centre, Adelina Kamal berharap rumah-rumah yang telah selesai dibangun dengan dukungan dari pemerintah Brunei Darussalam, Filipina dan Australia itu dapat ditempati masyarakat yang berada di tempat penampungan sementara. Keberadaan rumah-rumah ini diharapkan juga dapat mengurangi risiko penularan virus corona.
“Walaupun sibuk dalam menangani kasus covid-19, pemerintah kota Palu setuju acara ini dilakukan secara online untuk masyarakat terdampak dapat menempati kampung ASEAN sebelum bulan puasa sesuai dengan arahan bapak Presiden Republik Indonesia,” ujarnya.
Pembangunan 75 unit hunian tetap kampung ASEAN oleh AHA Centre dimulai pada 6 Agustus 2019 dan selesai pada Maret 2020.
Adelina Kamal mengatakan setiap hunian tetap memiliki dua kamar tidur dan satu jamban. Kawasan pemukiman itu juga dilengkapi dengan fasilitas umum seperti jalan komunitas, drainase, akses air bersih dan listrik.
Ditambahkanya, pembangunan pemukiman kampung ASEAN oleh AHA Centre diatas lahan seluas 22.600 meter persegi yang disediakan oleh pemerintah kota Palu itu akan berlanjut ke tahap dua hingga akhir 2020 untuk membangun tambahan 25 unit rumah permanen, satu mushola menggunakan dana tambahan dari Brunei Darussalam. Akan dibangun pula satu pusat kesehatan tambahan yang didukung oleh Direct Relief.
Walikota Palu Apresasi Pemberian 75 Hunian Tetap
Walikota Palu, Hidayat, mengatakan 75 hunian tetap yang dibangun oleh AHA Center itu adalah bagian penting dari upaya berbagai pihak untuk penyediaan perumahan bagi warga masyarakat yang akan direlokasi dari kawasan zona merah rawan bencana tsunami, likuefaksi dan jalur patahan sesar Palu Koro.
“Kurang lebih 21 ribu jiwa atau 7.000 kepala keluarga yang akan direlokasi, yang terdampak tsunami 13 kelurahan, kemudian yang terdampak likuefaksi ada dua kelurahan, dan selanjutnya ada 13 kelurahan yang terdampak patahan Palu Koro,” jelas Hidayat.
Wali Kota Palu itu menambahkan hunian-hunian tetap itu diharapkan sudah dapat ditempati oleh para penyintas sebelum bulan suci Ramadan tahun ini.
Penantian Panjang Penyintas
Ibu Hamsia seorang penyintas yang tinggal di huntara Mamboro kota Palu kepada VOA mengatakan sangat berharap dapat pindah ke hunian tetap yang jauh lebih layak ketimbang tinggal di Hunian Sementara (huntara) yang hanya menyediakan satu bilik ukuran tiga kali lima meter persegi. Di huntara yang ditempatinya sejak 2019 itu ia tinggal bersama dua anggota keluarganya. Namun demikian ada juga satu bilik di tempati hingga lima orang untuk satu keluarga.
“Ada yang lebih dari sepuluh orang dalam satu bilik. Kalau saya tiga orang. Keluarga yang lain lima orang, tujuh orang,” jelas Hamsia yang kehilangan rumah akibat tsunami teluk Palu pada 2018.
Secara keseluruhan terdapat 11.788 unit hunian tetap yang akan dibangun di sejumlah lokasi, baik di kota Palu maupun Kabupaten Sigi. Hunian tetap itu diperuntukkan para penyintas bencana yang direlokasi dari tempat tinggal mereka yang terkena likuifaksi dan tsunami. [yl/em]