Hampir dua bulan ribuan siswa di Solo belajar di rumah selama masa Kejadian Luar Biasa (KLB) virus corona sejak pertengahan Maret hingga Hari Pendidikan Nasional, Sabtu (2/5). Tugas-tugas dari guru dan sekolah dilakukan melalui media sosial jejaring paguyuban orang tua siswa ataupun aplikasi khusus di gawai berupa video siaran langsung satu kelas.
Pemkot Solo meminta orang tua tidak membiarkan anaknya keluyuran ke luar rumah selama masa KLB corona. Kepala Dinas Pendidikan Pemkot Solo, Etty Retnowati, awal pekan kemarin, menegaskan meski guru memegang tanggung jawab kegiatan belajar-mengajar secara online, orang tua tetap berperan mendampingi anak belajar di rumah.
"Kalau sekolah kan saat ini masih sepi, belajar di rumah. Tidak ada siswa. Semua tetap di rumah. Jadi pengendaliannya tetap di orang tua dan keluarga. siswa kan kita kembalikan sementara ke orang tua," ujar Etty.
Pemkot Solo memperpanjang masa KLB Corona hingga akhir bulan Mei ini. Otomatis, kegiatan belajar di rumah bagi ribuan siswa pun diperpanjang sampai status KLB corona dicabut.
Kreativitas tugas dari sekolah maupun guru sangat diperlukan untuk mengatasi kebosanan anak didik selama belajar di rumah. Program belajar dari rumah yang ditayangkan di salah satu stasiun televisi maupun siaran radio menjadi alternatif pembelajaran selama masa pandemi.
Pertengahan April lalu, Riset Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mengungkap 58 persen anak mengaku tidak senang selama menjalani program Belajar dari Rumah karena komunikasi dengan teman menjadi terbatas.
Selain itu, Keterbatasan teknologi, berupa fasilitas internet, gawai, buku elektronik, dan sekolah belum punya program yang baik untuk sistem belajar di rumah. Sementara, sekolah dan guru memberi tugas sekolah pada anak secara beruntun sesuai rencana pembelajaran dan materi pelajaran dalam kondisi non-pandemi.
Riset tersebut dilakukan berdasarkan survei melalui google form yang dilakukan oleh pengurus Forum Anak Seluruh Indonesia. Pengumpulan data dilakukan pada periode 26-29 Maret 2020 dari 29 provinsi. Mayoritas responden adalah anak usia 14-17 tahun sebanyak 90 persen. Rinciannya, 69 persen anak perempuan dan 31 persen anak laki-laki.
Sebuah foto kerumunan anak di sisi tebing TigoLurah, Solok, Sumatera Barat membawa gawai dan buku catatan demi mendapat sinyal internet untuk belajar secara online, (24/4) lalu menjadi viral. Daerah tersebut sedang menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga, dalam diskusi daring, Kamis (23/4), mengungkapkan hasil survei instansinya terkait pendampingan orang tua selama anak belajar di rumah di tengah masa pandemi.
Survei dilakukan secara online terhadap 717 anak di 29 provinsi dengan bantuan forum anak di seluruh Indonesia. Tujuannya, ujar Bintang, untuk mengevaluasi kebijakan belajar di rumah dari sudut pandang anak.
"Berdasar hasil survei, sebanyak 91 persen anak mendapat pendampingan dari orang tua selama program belajar dari rumah di masa pandemi ini," ujarnya. [ys/em/ft]