Departemen Tenaga Kerja AS pekan lalu (8/5) menyatakan tingkat pengangguran yang disebabkan pandemi virus corona melonjak menjadi 14,7 persen pada bulan April. Sekitar satu dari enam pekerja di antara 164,6 juta orang dalam angkatan kerja AS sekarang ini menganggur. Kehilangan pekerjaan dan kesulitan mencari pekerjaan juga dialami diaspora Indonesia, termasuk mereka yang mengadu nasib ke AS setelah memenangkan lotere green card atau kartu hijau.
Memiliki ‘kartu hijau’ atau ijin tinggal sebagai penduduk tetap AS, tampaknya tidak menjamin kemudahan mendapat pekerjaan idaman, apalagi di tengah pandemi virus corona.
Ini pula yang dialami oleh Erick Alamsjah, seorang warga Indonesia pemenang lotere kartu hijau. Pada Januari, dia dan isteri serta kedua anak mereka, pindah dari Jakarta ke negara bagian Maryland untuk menjajaki kehidupan yang baru.
Sambil mencari pekerjaan tetap, laki-laki yang 8 tahun belakangan bekerja dalam bidang IT ini, bekerja paruh waktu di sebuah kedai kopi di Washington DC. Namun, baru beberapa minggu di sana, kedai kopi tersebut tutup karena terdampak pandemi virus corona.
Sejak AS memberlakukan keadaan darurat dan aturan karantina wilayah, banyak perusahaan yang mengurangi atau menghentikan operasi dan juga perekrutan.
Kepada VOA, Erick mengaku sulit mencari pekerjaan tetap sesuai keahliannya saat ini.
"Dari semua aplikasi yang saya masukin, baik ritel ataupun pekerjaan yang lain di bidang IT, yang manggil itu adalah yang esensial, kaya model apotek, grocery, toko bahan bangunan. Mungkin memang agak sedikit di-pending kali ya untuk bisa dapat pekerjaan yang lain," ujarnya.
Untuk sementara ini, Erick bekerja sebagai kasir di sebuah peritel besar yang menjual bahan-bahan bangunan. Sementara isterinya, Sari, menjadi ibu rumah tangga sambil membantu kedua anaknya menjalani pembelajaran jarak jauh.
Kesulitan mencari pekerjaan tetap juga dialami Vinia Agnessia, yang datang dari Sumatera Barat ke negara bagian New York pada November lalu, setelah memenangkan lotere kartu hijau.
Mahasiswi kedokteran gigi yang sedang cuti dari kampusnya di Padang ini, sempat bekerja paruh waktu sebagai resepsionis sebuah klinik dokter gigi. Lalu beralih sebagai pelayan di sebuah restoran Jepang di New York City. Pekerjaannya terhenti pada Februari karena restoran itu menjalani renovasi, dan akhirnya tutup setelah New York memberlakukan aturan karantina wilayah.
Agnes, yang hidup seorang diri di pusat pandemi AS dan salah satu kota termahal di dunia, akhirnya menganggur.
"Selain khawatir soal corona, orangtua juga cemaskan finansial ya, saya kan di sini sudah ngga kerja lagi, gimana kehidupan sehari-hari, gitu terus saya bilang karena saya di sini legal, jadi ada sedikit bantuan dari dari pemerintah sini lah gitu."
Bantuan yang dimaksud adalah stimulus dari pemerintah federal sebesar 1.200 dolar. Dia juga mendapat tunjangan pangangguran akibat pandemi dari pemerintah negara bagian New York sebesar $600 per minggu dipotong pajak. Menurut Kantor Urusan Tunjangan Pengangguran, stimulus $600 per minggu ini akan diberikan kepada mereka yang berhak hingga 31 Juli mendatang.
Ekonom: Penangguhan Lapangan Pekerjaan Terjadi di Semua Sektor
Ekonom senior S&P Global, Satyam Panday, mengatakan kepada Reuters bahwa berkurangnya pekerjaan terjadi secara luas di semua sektor perekonomian.
“Sekitar 95 persen industri kehilangan pekerjaan. Hanya 5 persen yang menambah pekerjaan. Lapangan pekerjaan yang ditambahkan dalam 10 tahun terakhir, semuanya hilang begitu saja,” kata Panday.
Meski demikian, Erick dan keluarga di Maryland tak berkecil hati dan tetap menaruh harapan.
“Kita kan memang awalnya ke sini buat anak-anak, buat sekolah anak-anak, jadi kita sudah ngambil keputusan seperti ini, ya harus kita jalanin. Mau ngga mau, suka ngga suka. Ya berharap saja semuanya jadi lebih baik,” ujar Sari.
Sementara Agnes di New York mengaku sudah mengincar pekerjaan lain, yaitu food packing, di restoran-restoran yang masih beroperasi di tengah pandemi. Setelah pandemi berakhir, katanya, dia berencana pulang ke Indonesia untuk menyelesaikan kuliah sebelum menetap di AS.
Lotere green card atau kartu hijau yang juga disebut ‘diversity visa’ bertujuan mendiversifikasi penduduk migran Amerika dengan menyediakan 50.000 visa migran setiap tahun bagi warga dari negara-negara yang tidak banyak terdapat di Amerika. [vm/em]