Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) sekaligus Kepala Badan Riset Inovasi dan Teknologi (BRIN) Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, pengembangan bibit vaksin merah putih yang dikembangkan oleh Lembaga Biologi Molekuler Eijkman sudah mencapai 50 persen.
Hal tersebut diungkapkannya usai melapor kepada Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor, Rabu (9/9). Dalam pengembangan bibit vaksin ini, kata Bambang pihak Eijkman menggunakan platform protein recombinant. Ia menargetkan uji coba pada hewan akan dilakukan pada akhir tahun 2020 dan diperkirakan selesai sekitar Januari 2021.
Eijkman, menurutnya,akan menyerahkan bibit vaksin itu ke PT Bio Farma untuk formulasi produksi dalam rangka uji klinis tahap 1, 2, dan 3. Apabila uji klinisnya berhasil, dan dinyatakan aman dan cocok untuk menjaga daya tahan tubuh terhadap Covid-19, Bio Farma akan langsung memproduksi massal vaksin tersebut.
“Perkiraannya di triwulan ke-4 2021, kita bisa memproduksi dalam jumlah besar dan nantinya akan melengkapi vaksin Covid-19 yang awalnya akan didatangkan dari kerjasama dengan pihak luar terutama dengan Sinovac, China dan dengan G45 itu yang berasal dari UEA harapannya tentu proses vaksinasi nantinya bisa segera dikerjakan,” ungkap Bambang.
Bibit vaksin yang dikembangkan untuk pembuatan vaksin merah putih ini, ujar Bambang diharapkan cocok untuk warga negara Indonesia (WNI), karena menggunakan isolat virus yang beredar di Indonesia. PT Bio Farma (persero) dinyatakan sanggup untuk memproduksi 250 juta dosis vaksin per tahunnya.
Meski begitu, untuk mempermudah produksi massal vaksin tersebut, pihak konsorsium vaksin merah putih akan mengundang setidaknya tiga perusahaan farmasi swasta untuk ikut memproduksi vaksin ini. Namun, dalam kesempatan ini Bambang tidak menyebutkan siapa saja pihak swasta yang akan bergabung.
“Di tahap awal ada kemungkinan pemberian vaksin ini bisa lebih dari sekali untuk setiap individu. Jadi kalau penduduk kita itu sekitar 270 juta pada hari ini misalkan, maka yang harus divaksinasi nanti atau vaksinasi yang harus diberikan berarti minimal 540 juta dan otomatis Ini membutuhkan kapasitas produksi yang besar. Karena itulah kami mengajak Bio Farma untuk melakukan ekspansi dan perusahaan-perusahaan swasta lain untuk ikut mendukung,” jelasnya.
Dalam pertemuan itu, Presiden Jokowi berpesan agar pihaknya bukan hanya bekerja cepat, namun yang paling penting mengikuti segala prosedur agar vaksin merah putih nanti terbukti aman, tidak menimbulkan efek samping yang membahayakan, dan berkhasiat menjaga daya tahan tubuh terhadap virus corona.
Kasus Covid-19 Bisa Turun Kalau 75 Persen Masyarakat Menggunakan Masker
Selain berpacu dengan waktu untuk menemukan vaksin Covid-19 yang aman dan efektif, Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 juga terus berusaha menekan laju penularan virus corona. Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 mengatakan, kasus baru Covid-19 bisa berkurang kalau saja masyarakatnya disiplin menggunakan masker.
“Kami menemukan bahwa jika lebih dari 75 persen penduduk patuh menggunakan masker, maka Covid-19 dapat turun secara drastis. Jadi hasil penelitian ini tentunya dari keadaan yang nyata yang ada di Amerika dan kami mohon agar saudara-saudara sekalian betul-betul dapat disiplin menerapkan penggunaan masker dan mayoritas masyarakat paling tidak sekitar 70-75 persen menggunakan masker secara tertib dan ini betul-betul bisa menurunkan kasus di Indonesia. Mari kita buktikan,” ujar Wiku.
Kasus Aktif Covid-19 Terus Meningkat di Indonesia
Dilaporkan Wiku, selama seminggu terakhir kasus Covid-19 secara nasional mengalami kenaikan 18,6 persen yakni dari 18.625 menjadi 22.097. Kenaikan kasus paling tinggi tercatat di Bali, yang penambahan kasusnya naik lebih dari 100 persen yaitu dari 565 kasus menjadi 1.134, dan diikuti oleh Sulawesi Selatan (84,4 persen), Riau (68,5 persen), DKI Jakarta (31 persen) dan Jawa Tengah (19,6 persen).
Angka kematian mingguan secara nasional juga bertambah tiga persen. Lima provinsi dengan persentase kematian tertinggi adalahJawa Timur (7,14 persen), Jawa Tengah (7,06 persen), Bengkulu (6,65 persen), Sumatera Selatan (5,95 persen), dan Nusa Tenggara Barat (5,9 persen).
Namun sayang, angka kesembuhan mingguan secara nasional menurun sebanyak 13,64 persen. Lima provinsi dengan kasus sembuh tertinggi adalah DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan dan Kalimantan Selatan.
Wiku mengatakan, sebaran kasus aktif di 514 kabupaten/kota per 6 September masih harus terus ditekan. Tercatat ada 11 kabupaten/kota yang memiliki kasus aktif lebih dari 1.000; 310 kabupaten/kota yang memiliki kasus di bawah 50; dan 74 kabupaten/kota yang tidak ada kasus aktif sama sekali.
Peta Zonasi Resiko Covid-19
Wiku mengungkapkan peta zonasi risiko Covid-19 belum membaik. Ada 70 kabupaten/kota yang kini tergolong risiko tinggi dari hanya 65 kabupaten/kota pada minggu lalu. Selain itu, kini terdapat 267 kabupaten/kota yang masuk ke dalam kategori sedang, dari sebelumnya 230 kabupaten/kota. Tidak hanya itu, jumlah kabupaten/kota yang masuk ke dalam risiko rendah menurun dari 151 menjadi 114.
“Dan kita lihat pergerakan dari minggu ke minggu tentang zonasi, selama tiga minggu terakhir ini terjadi peningkatan kabupaten/kota yang masuk kepada risiko tinggi begitu juga ada kenaikan dalam tiga minggu terakhir untuk kabupaten/kota yang masuk ke zona orange atau resiko sedang, di saat yang bersamaan pula selama tiga minggu terakhir ini ada kabupaten/kota yang dari resiko rendah berubah dan sekarang menurun, begitu juga daerah yang tidak terdampak juga turun,” paparnya.
Larangan Masuk WNI Ke Berbagai Negara
Sejumlah negara, seperti Malaysia dan Amerika Serikat (AS), sudah mulai melarang WNI untuk masuk ke negaranya dikarenakan kondisi Covid-19 yang dianggap memburuk di Indonesia. Menanggapi hal ini, Wiku menyatakan, memahami kebijakan yang diambil oleh negara-negara tersebut, karena itulah salah satu cara melindungi warga negara mereka. Apalagi, katanya, Indonesia mengambil tindakan serupa.
Wiku menyarankan agar warga Indonesia tidak bepergian lintas negara sebelum kondisi Covid-19 di seluruh dunia terkendali.
“Jadi, kita hindari bersama untuk melakukan perjalanan antar negara karena berpotensi untuk mengimportasi kasus dan seluruh dunia pasti akan melakukan hal yang sama, demikian juga Indonesia. Selama kita bisa menjaga atau membatasi mobilitas penduduk antar negara, begitu juga di dalam negara Indonesia maka itu adalah cara kita untuk bisa mengendalikan kasus dengan baik,” tuturnya. [gi/ab]