Pengiriman laporan awal implementasi konvensi hak-hak penyandang disabilitas oleh pemerintah Indonesia kepada badan PBB yang mengurusi perihal disabilitas, mendapat tanggapan dengan mengirimkan kembali daftar isu terkait pelaksanaan perlindungan, penghormatan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas.
Daftar permasalahan ini menjadi perhatian para penyandang disabilitas, sebagai bentuk pengawasan implementasi berbagai peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan hak-hak penyandang disabilitas.
Yeni Rosa Damayanti di Perhimpunan Jiwa Sehat, salah satu organisasi yang turut mengirimkan laporan bayangan (alternative report) itu, menyebut 33 pasal yang menjadi pertanyaan Komite Konvensi untuk Hak Penyandang Disabilitas (Convention for Right of People with Disability/CPRD).
Dari sejumlah pertanyaan yang diajukan kepada pemerintah Indonesia, Yeni melihat sejumlah hal yang menjadi prioritas yang perlu menjadi perhatian serius pemerintah, seperti pemenuhan hak penyandang disabilitas yang terampas, khususnya disabilitas psikososial serta kesetaraan disabilitas dihadapan hukum.
“Yang paling prioritas dan berkali-kali, dan berulang-ulang keluar di dalam LoI ini adalah pertanyaan-pertanyaan mengenai mengurung penyandang disabilitas, khususnya disabilitas psikososial dan juga di panti-panti sosial, itu keluar berkali-kali di dalam LoI ini," ujar Yeni.
Dalam konferensi pers yang dilangsungkan secara virtual, Kamis (10/9), Edy Supriyanto, dari Perkumpulan Difabel Sehati, Sukoharjo, Jawa Tengah, menyoroti masih minimnya penyediaan fasilitas bagi kaum disabilitas di layanan publik maupun sarana umum.
Edy meminta pemerintah lebih memperhatikan lagi pemenuhan hak disabilitas dalam setiap layanan pemerintahan di setiap sektor. Dia menyoroti minimnya layanan publik yang nyaman, baik di fasilitas pemerintah dan sarana umum, bagi penyandang disabilitas. Terutama yang menggunakan kruk atau penyangga kaki.
"Jadi saya kira pemerintah masih jauh dari harapan untuk mengimplementasikan tentang aksesibilitas di sarana umum dan sarana transportasi," ujarnya.
Sementara Dwi Ariyani, dari Disability Right Fund (DRF), mendorong pemerintah memenuhi amanah dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Disabilitas, serta peraturan perundangan di bawahnya. Namun, Dwi Ariyani juga mengajak para penyandang disabilitas untuk mengadvokasi diri dan tidak lelah berjuang untuk pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas yang masih jauh dari harapan.
Menurutnya, disabilitas menjadi motor perubahan nasib karena jika mengandalkan pemerintah, perubahan akan lamban.
“Jadi rohnya dari semua pemenuhan kehormatan, perlindungan dan pemenuhan hak disabilitas, ini adalah disabilitas itu sendiri. Dan kita tidak boleh bosan-bosan mengadvokasi hak-hak kita, karena hak itu tidak akan diberikan kalau tidak diperjuangkan," ujarnya [pr/em]