Lebaran tidak lama lagi. Warga penyandang cacat (disabilitas) masih merasa kesulitan untuk melakukan mudik ke kampung halamannya masing-masing. Kesulitan itu muncul karena kurangnya prasarana dan minimnya akses pada moda transportasi publik yang ramah bagi penyandang disabilitas.
Itulah yang membuat Mudik Ramah Anak dan Disabilitas (MRAD) sebagai bentuk advokasi terhadap kesetaran hak-hak disabilitas, mulai turun tangan.
Gerakan komunitas Mudik Ramah Anak dan Disabilitas (MRAD) diprakarsai oleh Ilma Sovri Yanti pada tahun 2015, sebagai bentuk transportasi ideal yang dapat memenuhi hak bagi disabilitas atau penyandang cacat.
Para disabilitas terutama yang harus bepergian dengan kursi roda, mengalami hambatan dan membuat gerak mereka terbatas. Sulitnya akses bagi disabilitas untuk bepergian itu membuat gerakan MRAD semakin digalakkan.
Menurut Ilma Sovri Yanti, sebelum Gerakan ini dilancarkan dilakukan studi sarana pelayanan mudik di terminal bus, stasiun kereta api, bandar udara dan dermaga. Sedangkan kampanye mudik ramah anak telah dilakukan sejak tahun 2012.
Ilma Sovri mengatakan, “Jadi di dalam menggunakan jasa transportasi atau moda transportasi, disabilitas itu juga bagian dari masyarakat yang menggunakan transportasi umum. Sebenarnya yang diminta oleh teman-teman disabilitas, tidak membuat mereka menjadi eksklusif, tetapi membuat mereka untuk bersama-sama membaur dengan masyarakat lainnya menggunakan fasilitas umum tersebut.”
Ditanya oleh VOA mengenai dana yang diperoleh, ia mengatakan selama ini MRAD menerima dana dari Kementerian Sosial dan Bank Mandiri Syariah. Hasil sinergi program ini berlanjut hingga tahun 2019 dan tahun yang akan datang.
"Karena, itu wajib kita berikan untuk mereka, bukan karena faktor amal dan kasihan, tetapi seperti hutang peradaban bagi kita. Bahwa kesetaraan yang harus diwujudkan," ujar Ilma mendukung pernyataan Menteri Perhubungan RI, Budi Karya Sumadi.
Menteri Perhubungan RI mengatakan, “Sebagai negara, kita tidak boleh lalai memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh masyarakat Indonesia”.
MRAD akan terus berupaya melakukan gerakan bersama untuk memberikan informasi yang benar tentang kebutuhan disabilitas dalam akses moda transportasi dan prasarana penunjang.
“Peraturan Menteri itu juga mengatakan bagaimana kondisi yang harus dipersiapkan serinci mungkin, mereka harus menyiapkan akses yang memenuhi azas kegunaan, keamanan, dan kemandirian. Ini untuk menghapus stigma bahwa disabilitasitu selalu menyusahkan, tidak bisa melakukan sendiri, selalu ada pihak lain yang membantu,” tambah Ilma Sovri.
MRAD juga merupakan media advokasi, sebagai salah satu corong untuk hak disabilitas dalam masalah transportasi, pelayanan publik dan prasarana yang masih belum memenuhi kebutuhan disabilitas.
Seorang peserta Dimas mengatakan, “Harapan kami dari disabilitas, ini sudah luar biasa, tapi untuk ke depannya lebih diperbanyak lagi, kalau bisa PP karena kalau cuma pulang, nanti kan berangkatnya agak susah juga untuk cari mobilitas, terutama di kalangan pengguna kursi roda”.
Menurut Ilma Sovri Yanti, sejak pertama kali MRAD ujicoba tahun 2016, pesertanya hanya 7 disabilitas, tahun berikutnya mencapai 70 peserta dan tahun 2019 melonjak menjadi 200, atas kerjasama dengan Kementerian Perhubungan yang menyediakan armada dan sarana mudik gratis. [ps/lt]