Jumlah pemilih untuk pemilihan presiden AS 2020 sangat besar menurut standar terkini. Namun, jumlah tersebut masih jauh dari angka rekor yang ditorehkan AS pada tahun 1876.
Associated Press, Rabu (4/11), melaporkan pada tahun itu, tercatat 81,8 persen dari pemilih Amerika yang memenuhi syarat pergi ke tempat pemungutan suara.
Pemenang pemilu saat itu adalah Rutherford B. Hayes dari Partai Republik, meskipun ia menerima suara lebih sedikit daripada lawannya, Samuel Tilden dari Partai Demokrat. Karena 20 suara elektoral dipersengketakan, tidak ada yang memenangkan mayoritas dari Electoral College, pemilihan jatuh ke tangan Dewan Perwakilan Rakyat. Diputuskan membentuk komisi yang memberikan jabatan presiden kepada Hayes.
Tidak ada data yang dapat dipercaya tersedia sampai 1828. Namun, selama dua pertiga terakhir abad ke-19, jumlah pemilih yang lebih dari 70 persen dari mereka yang memenuhi syarat adalah hal biasa. Hal tersebut sering kali mencerminkan perselisihan yang tajam. Jumlah pemilih tertinggi kedua, yaitu 81,2 persen, terjadi pada tahun 1860. Saat itu Abraham Lincoln mengalahkan Stephen Douglas. Bahkan sebelum Lincoln menjabat, tujuh negara bagian Selatan memisahkan diri.
Pada 1920 dan 1924, jumlah pemilih turun menjadi 49,2 persen dan 48,9 persen, karena perempuan mendapatkan hak pilih dan jumlah pemilih yang memenuhi syarat berlipat ganda. Beberapa tahun setelah itu, hanya antara 50 persen dan 60 persen yang memilih. Pemilu lain yang mencatatkan angka pemilih lebih dari 60 persen terjadi pada 1968, ketika Richard M. Nixon mengalahkan Hubert Humphrey.
Jumlah pemilih terburuk dalam beberapa dekade terakhir terjadi pada tahun 1996, Bill Clinton dari Partai Demokrat memenangkan masa jabatan kedua dengan mengalahkan Bob Dole dari Partai Republik. Jumlah pemilih saat itu hanya 49 persen.
Sedangkan pada pemilu 2016, ketika Donald Trump memenangkan kursi kepresidenan meski kalah suara dari Hillary Clinton, tercatat jumlah pemilih hanya mencapai 59,2 persen. [ah/au]