Suatu penelitian baru mendapati vaksin COVID-19 buatan Pfizer-BioNTech dalam penggunaannya secara umum sama efektifnya seperti dalam uji klinis tahap akhirnya.
Dalam studi berskala besar yang melibatkan 1,2 juta orang, para peneliti di Clalit Research Institute Israel mendapati vaksin dua dosis itu mengurangi kasus-kasus yang menunjukkan gejala COVID-19 hingga 94 persen di semua kelompok usia, dan mengurangi tingkat keparahan penyakit hingga 92 persen. Para peneliti juga mendapati satu dosis vaksin itu 57 persen efektif setelah diberikan dalam dua pekan saja.
Studi yang telah mendapat penelaahan sejawat dan diterbitkan hari Rabu di The New England Journal of Medicine ini merupakan analisis pertama dari strategi imunisasi COVID-19 nasional.
Uji klinis tahap akhir Pfizer-BioNTech menunjukkan vaksin itu 95 persen efektif dalam melawan virus corona.
Sementara itu, Moderna menyatakan telah mengembangkan versi baru vaksin dua dosisnya yang ditargetkan untuk mengatasi varian COVID-19 yang pertama kali diidentifikasi di Afrika Selatan. Perusahaan farmasi berbasis di AS ini telah mengirim sejumlah kecil versi barunya itu ke Institut Kesehatan Nasional AS untuk diteliti lebih lanjut.
Moderna juga menguji coba apakah akan menambahkan suntikan penguat ketiga pada vaksin dua dosisnya untuk mengetahui apakah vaksinnya itu dapat menciptakan kekebalan kelompok yang diperlukan untuk melawan varian Afrika Selatan.
Pfizer dan Moderna sama-sama menyatakan berencana akan meningkatkan produksi vaksin mereka dalam beberapa bulan mendatang. Pfizer berencana melipatgandakan produknya menjadi 13 juta dosis per pekan pada pertengahan Maret, sedangkan Moderna berharap akan memproduksi 40 juga dosis per bulan mulai April.
Para pemimpin Uni Eropa dijadwalkan bertemu hari Kamis melalui konferensi video untuk membahas cara-cara meningkatkan laju produksi dan distribusi vaksin COVID-19 yang berlangsung lamban.
Kekhawatiran kian berkembang di antara blok regional beranggotakan 27 negara itu bahwa varian yang menyebar dengan cepat yang dideteksi baru-baru ini di Inggris dan Afrika Selatan akan resisten terhadap vaksin baru. [uh/ab]