Pemimpin Gereja Katolik Roma Paus Fransiskus tiba, Jumat (5/3), di ibu kota Irak, Baghdad. Dalam kunjungan sampai Senin (8/3), Paus fokus pada kesulitan yang dihadapi komunitas Kristen Irak.
Komunitas Kristen Irak adalah salah satu yang tertua dan paling beragam di dunia, mencakup Kasdim, Ortodoks Armenia, Protestan serta cabang-cabang Kristen lainnya.
Kepala Gereja Katolik Kasdim Kardinal Louis Sako mengatakan dalam pesannya Paus mengingatkan bahwa hidup tidak selalu menyenangkan, ada kesulitan dan penderitaan, tetapi selalu ada harapan.
Banyak tokoh agama di Vatikan dan Irak berpendapat waktunya belum tepat bagi Paus, usia 84 tahun dan diketahui mengalami gangguan penglihatan, untuk melakukan perjalanan itu. Namun, Fransiskus, yang telah divaksinasi COVID-19, dan selama satu tahun ini mematuhi berbagai pembatasan, tetap berkomitmen melakukan kunjungan itu meskipun ada pandemi dan masalah keamanan yang berkepanjangan. Dia menyesalkan menjadi "Paus dalam sangkar" ketika Roma dan Italia menerapkan lockdown Maret tahun lalu.
Menurut Sako, Paus mengantongi informasi yang cukup sebelum memutuskan ke mana akan pergi. Rabu lalu, dalam konferensi pers di Baghdad, ketua komisi penyelenggara kunjungan Paus ke Irak itu mengatakan bahwa Paus 'bertekad dan bersemangat' akan kunjungannya.
"Dia bukan orang yang datang ke sini secara emosional. Dia senang mengirim pesan solidaritas kepada 40 juta rakyat Irak tentang persaudaraan, hidup berdampingan, menolak intoleransi dan kebencian dan berkomunikasi dengan semua sebagai saudara, bukan sebagai lawan dan musuh," katanya.
Kunjungan itu memusingkan pejabat keamanan dan kesehatan masyarakat di Irak, serta menimbulkan kekhawatiran di kalangan pejabat Katolik. Kepada surat kabar Wall Street Journal, Patrick Osgood dari perusahaan konsultan risiko global, Control Risks, yang beroperasi luas di Irak, mengatakan Paus memilih "salah satu negara yang paling sarat ancaman di dunia saat ini, salah satu negara yang paling sulit dioperasikan dari perspektif keamanan." Kunjungan itu, kata Osgood, akan menjadi "ujian paling tinggi bagi keamanan Irak sejak kekalahan ISIS" pada tahun 2017.
Basilios Yaldo, koordinator kunjungan Paus, mengatakan bahwa dorongan Paus untuk mewujudkan kunjungan itu meskipun ada kekhawatiran keamanan Irak dan pandemi virus corona adalah bentuk dukungan Paus yang luar biasa kepada Irak.
"Dia akan pergi ke Najaf. Itu simbolis karena di sana ada ulama tertinggi Syiah - Sayyid Ali al-Sistani. Pertemuan mereka akan memberi Irak banyak arti penting, karena Paus pernah bertemu para pemimpin Sunni di negara-negara Teluk, Uni Emirat Arab, dan Mesir. Kini dia akan bertemu pemimpin Syiah dan ulama tertinggi Syiah di Najaf. Inilah pentingnya kunjungan ke Najaf," kata Basilios Yaldo.
"Kunjungan ini memberi beberapa sinyal. Antara lain, kami telah meninggalkan sektarianisme, meninggalkan kekerasan dan bahwa Najaf terbuka bagi semua orang, semua agama. Dan ini memberi gambaran yang indah, menunjukkan bahwa kami menyambut perdamaian dan cinta," kata seorang penduduk Najaf, Kadhim Mehdi
Kegiatan Paus di Irak diawali dengan kunjungan ke Gereja Lady of Salvation di Baghdad. Ekstremis menyerang gereja itu pada 2010, menewaskan puluhan jamaah.
Louis Clemis sedang mengikuti misa ketika gereja itu diserang. Walaupun selamat, dan tragedi itu sudah berlalu 11 tahun, Clemis masih menderita gangguan pendengaran. Ia berharap kunjungan Paus akan mampu membuat pihak berwenang Irak mempertegas tindakan terhadap pelaku kekerasan.
"Tidak boleh ada lagi geng dan kelompok teroris. Mereka harus menangkap ekstremis karena sudah melakukan tindak terorisme terhadap minoritas, khususnya minoritas yang rentan yang tidak bersenjata. Jangan ada lagi pembunuhan, kekerasan dan aksi teror terhadap mereka," kata Louis Clemis.
Sementara itu, ada kekhawatiran bahwa massa yang tertarik pada kunjungan Paus akan meningkatkan penularan virus corona. Pihak berwenang mensteril gereja-gereja yang akan dikunjungi Paus dengan harapan mengurangi risiko.
Paus juga berkunjung ke kota kuno Ur di Irak selatan. Tempat itu dipercaya sebagai tempat kelahiran Nabi Ibrahim. Di sana, Paus mengadakan kebaktian antaragama, mengajak semua kelompok agama agar berdialog dan hidup berdampingan. [ka/lt]