Sejumlah pakar penyakit menular menyampaikan keprihatinan tentang rencana lawatan Paus Fransiskus ke Irak, di tengah melesatnya kasus virus corona, rentannya sistem layanan kesehatan dan kemungkinan kerumunan warga Irak yang ingin melihatnya, suatu hal yang tidak terhindarkan.
Tidak ada yang ingin memberitahu Paus agar menangguhkan lawatan itu dan pemerintah Irak sangat berkepentingan untuk menunjukkan kondisi keamanan yang relatif stabil dengan menyambut kedatangan Paus pertama di negeri kelahiran Ibrahim itu.
Lawatan pada tanggal 5-8 Maret ini diharapkan akan memberikan dorongan spiritual yang sangat dibutuhkan bagi warga Kristen yang terkepung di Irak sambil melanjutkan upaya membangun hubungan antara Vatikan dan dunia Muslim.
Sejumlah pakar kesehatan mengatakan dari sudut pandang epidemiologi dan pesan kesehatan publik yang ingin disebarluaskan, lawatan Paus Fransiskus di tengah pandemi global ini tidak disarankan.
Keprihatinan mereka juga dipicu dengan kabar pada hari Minggu ini (28/2) bahwa Duta Besar Vatikan Untuk Irak yaitu Uskup Mitja Leskovar – orang yang menjadi penghubung utama dalam lawatan itu dan sekaligus yang akan menemani Paus dalam seluruh pertemuannya – dinyatakan positif mengidap Covid-19 dan telah menjalani isolasi mandiri. Dalam email ke kantor berita Associated Press, Kedutaan Irak mengatakan gejala yang diidap Uskup Leskovar sangat ringan dan ia masih terus melanjutkan persiapan lawatan Paus.
Terlepas dari kasus itu, para pakar mengingatkan bahwa perang, krisis ekonomi dan eksodus kaum profesional Irak telah meluluhlantakkan sistem rumah sakit negara itu; sementara beberapa kajian menunjukkan perebakan baru virus corona di Irak saat ini adalah varian sangat menular yang pertama kali diidentifikasi di Inggris. “Saya hanya merasa ini bukan ide yang bagus,” ujar Dr. Navid Madani, pakar virus dan salah seorang direktur di Pusat Pendidikan Kesehatan Sains di Timur Tengah dan Afrika Utara di Harvard Medical School's Dana-Farber Cancer Institute.
Madani yang kelahiran Iran merupakan salah seorang penulis laporan di The Lancet tahun lalu tentang tanggapan yang tidak sama di kawasan itu terhadap pandemi mematikan ini. Ia mencatat bahwa penanganan yang dilakukan Irak,
Suriah dan Yaman sangat buruk, terutama karena negara-negara ini juga masih berjuang mengatasi pemberontakan kelompok ekstremis dan adanya 40 juta orang yang membutuhkan bantuan kemanusiaan.
Dalam wawancara melalui telpon, Madani mengatakan warga Timur Tengah dikenal karena keramahtamahannya dan antusiasme warga Irak menyambut tokoh perdamaian seperti Paus Fransiskus ke negara yang ditinggalkan dan dikoyak perang itu mungkin akan memicu terjadinya pelanggaran yang tidak disengaja terhadap langkah-langkah pengendalian Covid-19. “Ini dapat berpotensi memicu risiko yang tidak aman atau menjadi wahana penyebarluasan virus dengan sangat cepat – atau dikenal sebagai superspreader,” ujarnya.
Vatikan telah melakukan langkah berjaga-jaga menjelang lawatan Paus berusia 84 tahun itu, di mana seluruh anggota tim yang berjumlah 20 orang dan sekitar 70an wartawan yang ada dalam pesawat Paus sudah divaksinasi. [em/jm]