Utusan Khusus AS untuk Perubahan Iklim, John Kerry hari Minggu (18/4) menegaskan upaya seluruh pemimpin dunia untuk mengatasi perubahan iklim menjelang KTT utama yang dijadwalkan akan diselenggarakan oleh Presiden Joe Biden merupakan hal yang “sangat mendesak.”
Biden telah mengundang 40 pemimpin negara, termasuk Presiden China Xi Jinping, untuk menghadiri KTT yang dilangsung secara virtual itu pada 22-23 April mendatang.
Berbicara sebelum mengumumkan tercapainya perjanjian antara Amerika dan China – dua negara penghasil karbon terbesar di dunia – untuk bekerjasama mengatasi perubahan iklim, Kerry mengatakan 20 negara yang berkontribusi pada emisi dunia telah “memprakarsai usaha” untuk memangkas polusi.
“Ini sangat mendesak. Maksud saya, kata 'mendesak' benar-benar berlaku dalam krisis yang kita hadapi saat ini karena negara-negara tidak menyelesaikan pekerjaan mereka. Bahkan ketika kita melakukan semua yang ingin kita lakukan sesuai Perjanjian Iklim Perancis tahun 2015, suhu bumi tetap meningkat secara signifikan yaitu sekitar 3,7 derajat atau lebih. Alasan kedaruratan saat ini adalah karena kita tidak menyelesaikan apa yang kita janjikan di Paris, dan kini sedang menuju ke empat derajat atau lebih. Ini melampaui bencana," ujar Kerry.
Ia menambahkan, "Konsekuensinya adalah produksi makanan, air, kelayakan hunian di berbagai bagian planet ini, pencairan es, kenaikan permukaan laut, pemanasan. Jadi kita berkesempatan melanjutkannya. Amerika akan melangsungkan pertemuan puncak pekan depan yang akan diselenggarakan oleh Presiden Biden dan kami akan menetapkan rencana untuk melakukan bagian kami. Kami berharap dapat meningkatkan ambisi semua negara dalam beberapa bulan mendatang.”
Lebih jauh Kerry minta maaf karena Amerika keluar dari Perjanjian Iklim Paris itu ketika semasa pemerintahan Donald Trump, tetapi menegaskan bahwa Amerika kembali “dengan serangkaian inisiatif yang sangat agresif guna menebus waktu yang hilang.”
Ia juga menyampaikan keyakinannya bahwa Amerika dan China dapat bekerjasama untuk mengatasi isu global meskipun ada ketegangan diantara kedua negara terkait hak asasi manusia, perdagangan dan klaim wilayah China terhadap Taiwan dan Laut Cina Selatan. [em/jm]